Strategi Dakwah Muhammadiyah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dakwah pada dasarnya adalah suatu proses yang
berkesinambungan yang merupakan aktivitas dinamis yang mengarah kepada
kebaikan, pembinaan dan pembentukan masyarakat yang bahagia dunia dan akhirat
melalui ajakan yang kontinyu kepada kebaikan serta mencegah mereka dari hal-hal
yang mungkar. Oleh sebab itulah, maka kegiatan dakwah merupakan kewajiban bagi
umat Islam secara keseluruhan, baik secara individu sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya masing-masing maupun secara berkelompok atau kelembagaan yang
diorganisir secara rapi dan modern, dikemas secara apik dan profesional serta dikembangkan
secara terus menerus mengikuti irama dan dinamika perubahan zaman dan
masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dan
untuk mencapai keberhasilan dakwah, maka efektifitas dan efisiensi dalam
menyelenggarakan dakwah merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian
dengan diproses melalui strategi dakwah yang mapan. Untuk memperoleh batasan
terhadap pengertian strategi dakwah.
B.
Rumusan Masalah
·
Bagaimana Organisasi
Muhammadiyah menyesuaikan strategi dakwah pada era modern dan teknologi seperti
sekarang?
C.
Tujuan
·
Untuk mengetahui
strategi-strategi yang dilakukan Muhammadiyah dalam berdakwah disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan keadaan internal warga Muhammadiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Strategi Dakwah Muhammadiyah
Qs. an-Nahl ayat 125:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl (16) 125)
1. Da’wah bi as-Siyā (Dakwah dengan
Wisata)
Kata
as-Siyahah diartikan sebagai wisata. Kara ini mengandung arti penyebaran. Oleh
karena itu, dari kata itu dibentuk kata sahat yang berarti lapangan yang luas.
M. Quraisy Shihab pernah meruju’ pengertian siyahah (wisata) dari tafsir
Alquran, di antaranya :
a.
Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy,’Saya
telah menemukan sekian banyak pakar yang berpendapat bahwa Kitab Suci memerintahkan
manusia agar mengorbankan sebagian masa hidupnya untuk melakukan wisata dan
perjalanan agar ia dapat menemukan peninggalan-peninggalan lama, mengetahui kabar
berita umat-umat terdahulu agar semua itu dapat menjadi pelajaran dan ‘ibrah
yang dengannya dapat diketuk dengan keras otak-otak yang beku’.
b.
Muhammad Rasyid
Ridha,’Kelompok sufi mengkhususkan arti as-saihun yang dipuji itu adalah mereka
yang melakukan perjalanan di muka bumi dalam rangka mendidik kehendak dan
memperhalus jiwa mereka’.
c.
Fakhruddin
ar-Raziy,’Perjalanan wisata mempunyai dampak yang sangat besar dalam rangka
menyempurnakan jiwa manusia. Karena, dengan perjalanan itu, ia mungkin
memperoleh kesulitan dan kesukaran dan ketika itu ia mendidik jiwanya untuk
bersabar. Mungkin juga ia menemui orang-orang terkemuka, sehingga ia dapat
memperoleh dari mereka hal-hal yang tidak dimilikinya. Selain itu, ia juga
dapat menyaksikan aneka ragam perbedaan ciptaan Allah. Walhasil, perjalanan
wisata mempunyai dampak yang kuat dalam kehidupan beragama seseorang’.
Berdasarkan
pemaparan konsep perjalanan wisata di atas, M.Quraish Shihah membenarkan adanya
dakwah dan wisata ziarah. Namun, penekanan wisata tersebut justeru pada ziarah
kepada makam-makam para nabi, ulama, dan pahlawan dapat dijadikan nilai dan
selanjutnya tidak dijelaskan bagaimana proses dakwah wisata itu terjadi.
Sementara
itu, sama halnya bagaimana keberadaan warga dan simpatisan Muhammadiyah di tempat-tempat
wisata yang disetting tersebut dapat menjadikan dirinya ber-muhasabah dan
semakin mencintai dan menyukai tempat-tempat tertentu sekaligus organisasi
Muhammadiyah secara perlahan-lahan. Biasanya, seseorang dapat betah dan tahan
berlama-lama di tempat sesuatu karena tempat itu telah memberikan segala
sesuatu yang dibutuhkannya seperti kenyamanan dan ketenangan.
Fakta
di masyarakat membuktikan bahwa kesibukan manusia dalam bekerja selama sepekan
telah membuat mereka mencari tempat-tempat hiburan untuk melepaskan kesuntukan
dan kepenatan hati. Biasanya, manusia mencari tempat-tempat alam bebas yang
menjanjikan ketenangan pikiran dan hati seperti pegunungan, sungai, air terjun,
danau, laut, taman flora dan fauna, atau duplikan itu semua. Mereka akan meninggalkan
rumah sebagai tempat tinggal selama ini sementara dan pergi menuju
lokasi-lokasi tersebut. Bahkan, kegiatan-kegiatan mendadak yang ada hubungannya
dengan undangan pesta, rapat kerja, atau organisasi yang biasanya dimanfaatkan
di hari libur, justru sudah dipastikan akan tidak dihadiri mereka. Apalagi,
kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di malam hari. Hal ini diperparah dengan
terjadinya kelesuhan atau kejenuhan warga Muhammadiyah dan simpatisan untuk
menghadiri pengajian-pengajian mingguan yang dilaksanakan di dalam mesjid atau
kantor. Akibatnya, pengajian-pengajian tersebut sunyi dari warganya, padahal
pengajian tersebut merupakan ruh kekuatan Muhammadiyah sebagaimana yang
dibangun pertama sekali oleh KH. Ahmad Dahlan di kampong Kauman, Jogja dahulu.
Untuk
mengembalikan ruh kekuatan yang sudah mulai lesuh tersebut dipandang perlu
melakukan tindakan emergensi dakwah yang lain sebagai pendukung da’wah bi
al-lisan dan da’wah bi al-hal yang selama ini telah berjalan cukup depensif,
yaitu da’wah bi as-Siyahah.
Da’wah
bi as-Siyasah adalah dakwah wisata dengan mengunjungi objek-objek wisata
sebagai penarik minat massa dan bertahan sejenak untuk memperhatikan sekaligus
menambah wawasan pengetahuan di tengah-tengah ketenangan dan kenyamanan
lingkungan tanpa harus ditekan dengan pikiran keras.
Oleh
karena itu, Muhammadiyah harus menjadikan dirinya sebagai objek wisata bagi
warganya sendiri dan masyarakat luas. Strategi yang dapat dilakukan
Muhammadiyah adalah:
a.
Memperbesar dan
memperindah Mesjidnya dan memperluas tanahnya agar semakin banyak menampung
jema’ah sekaligus masyarakat sekitar semakin bergantung pada peran Muhammadiyah
dalam banyak hal kepada diri mereka dalam berbagai hal. Jika mesjid sudah tidak
memiliki tanah yang luas, apalagi di pinggir jalan raya yang menyebabkan
kebisingan, maka ruangan yang ber-AC sebagai solusi yang tepat dan meredam
kebisingan suara-suara kenderaan bermesin.
b.
Muhammadiyah
membangun citra syurga mini pada setiap gedung-gedung yang dimilikinya, seperti
membuat taman yang berisikan air mancur yang dihuni ikan-ikan, bangku-bangku,
tumbuhan-tumbuhan hijau baik mesjid, kantor, sekolah/madrasah ,perguruan
tinggi, panti-panti asuhan dan koperasi. Hal ini pernah dilakukan oleh banyak
dinasti-dinasti kecil dan besar dalam kekhalifahan Umayyah dan Abbasyiyah.
Seperti: Alquran selalu menggunakan kata jannah untuk menyebut surganya,
sedangkan kata jannah ini dapat berarti dua hal yaitu surga dan taman. Ketika
jannah diartikan surga selalu saja Alquran mengelaborasinya dengan
kata,’mengalir di bawahnya sungai-sungai’ atau ‘terdapat bangku-bangku’ atau
‘gelas-gelas’ atau ‘bidadari’ ataupun ‘pepohonan yang dihiasi dengan
buah-buahan’. Beginilah, Alquran menggambarkan sebagian suasana surga.
Kemudian, ulama dan intelektual muslim mendapat ilham menciptakan ‘taman/surga’
di dunia ini sebagai harapan semoga kehidupan di dunia sama seperti di surga
yang dipenuhi dengan taman-taman, seperti di rumah, mesjid, dan sekitar
gedung-gedung istana mereka. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa orang-orang muslim
telah menciptakan taman tersebut, seperti:
a)
Taman Herertal del
Rey di Toledo.
b)
Taman Raja Taifa di
Spanyol.
c)
Taman al-Khams dan
Tamurid di Tabriz.
d)
Taman Mahmud Ghazna
di Balkh.
e)
Taman Al-Mu’tasam di
Samarra.
f)
Taman Istana Amir
Aghlabiyah di Tunisia.
g)
Taman Hafsid di
Tunisia (Dinasti Fathimiyah)
h)
Taman di Fez dan
Marakesh (Maroko)
i)
Kebun Raya (Botanical
Garden) ar-Rahman Amir I pada Dinasti Umayyah Spanyol.
j)
Taman di dalam Istana
Al-Hamra pada Dinasti Umayyah Spanyol.
k)
Taman sekitar Taj
Mahal di India.
Dengan
demikian, layaklah kalau diartikan hadis Nabi saw.’Baiti jannati’ diartikan
rumahku adalah tamanku’. Bukan surga sebab tidak mungkin manusia dapat
menciptakan surga di dunia.
c.
Ketika taman yang
diinginkan telah tercapai, Muhammadiyah sedikit banyak menerapkan sistem
pengkarangkengan sejumlah binatang-binatang langka di sela-sela taman tersebut
untuk sedikit memecah keheningan, menarik perhatian, sekaligus menambah wawasan
pengetahuan.
2. Da’wah bi al-Fann (Dakwah dengan
Seni)
Seni
adalah keindahan. Ia merupakan ekspesi ruh dan budaya manusia yang mengandung
dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh
kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan
tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada
hamba-hamban-Nya. Adalah merupakan satu hal yang mustahil bila Allah yang
menganugerahkan manusia potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan,
kemudian Dia melarangnya. Bukankah Islam adalah agama fitrah ? segala yang bertentangan
dengan fitrah ditolaknya dan yang mendukung kesuciannya ditopangnya.
Namun,
ternyata Islam tidak sekaligus menerima segala macam seni yang berkembang
walaupun dari hasil ekspressi manusia. Islam sangat berhati-hati dalam hal ini.
Oleh karena itu, Tim Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
memberikan jawaban terhadap konsep seni bahwa Muhammadiyah tidak melarang
kesenian yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam karena Muhammadiyah adalah
gerakan Dakwah Islam Amar Makruf Nahi Mungkar. Hanya saja Muhammadiyah sangat
berhati-hati dalam hal ini. Tidak memberikan tuntunan yang praktis dan terinci
mengenai kesenian yag bagaimana yang boleh dan tidak boleh, tetapi dalam
keputusannya memberikan pokok-pokok saja, seperti dalam menetapkan soal seni
rupa dan seni suara:
o
Dalam seni hukumnya
berkisar kepada illatnya (sebabnya), ialah ada tiga macam: 1) Untuk disembah, hukumnya haram berdasarkan nash, 2) Untuk pengajaran
hukumnya mubah, 3) Untuk perhiasan ada dua: a) Tidak khawatir medatangkan
fitnah hukumnya mubah, b) Mendatangkan fitnah ada dua macam: 1. Jika fitnah itu
pada maksiat hukumnya makruh, 2. jika fitnah itu kepada musyrik hukumnya haram.
o
Seni suara, khususnya
suara alat bunyi-bunyian. Alat bunyi-bunyian hukumnya berkisar pada illatnya, dan
hal itu ada tiga macam: 1) Menarik kepada
keutamaan hukumnya sunat, 2) Hanya sekedar untuk main-main belaka (tidak
mendatangkan apa-apa) hukumnya makruh, 3) Menarik kepada maksiat hukumnya
haram. Dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang seksama dan
memerlukan kearifan.
o
Seni bela diri,
sekalipun tidak dirumuskan dalam suatu keputusan hukumnya, namun, dalam
pelaksanaannya telah berdiri bahkan menjadi ortom, yakni Tapak Suci. Majlis
Tarjih membolehkan hal itu sepanjang dalam pelaksanaannya dapat dijaga tidak
menyimpang dari ajaran Islam, seperti dalam hal pakaiannya, dan hubungannya
pria dan wanitanya.
Seringkali
terjadi image di dalam masyarakat luas bahwa Muhammadiyah ’kering dan tandus’
dari suara-suara seni baik seni suara, seni lukis apalagi seni musik.
Sepertinya Muhammadiyah selama ini menjauhkan diri dari kondisi tersebut. Untuk
itu, Muhammadiyah harus kembali membangun kepercayaan masyarakat dengan cara
menyahuti keinginan masyarakat tanpa harus mengorbankan ideologi Muhammadiyah
yang telah mapan tersebut dengan cara melakukan strategi, yaitu:
§
Muhammadiyah
menggalakkan kembali pemberantasan bisu lagu-lagu Alquran dengan cara
terus-menerus memasukkan kurikulum di tingkat Sekolah/Madrasah yang diampu oleh
guru-guru yang ahli dan profesional. Dengan demikian, kefasihan Imam salat
terimbangi dengan lagu-lagu Alquran ditambah lagi dalam pembukaan acara-acara
tertentu dibacakan Alquran oleh qari/qariah.
§
Muhammadiyah harus
membangun musik-musik mandiri tanpa kehilangan citra kesyahduannya dan nilai-nilai
ideologinya.
§
Muhammadiyah mandiri
dalam seni kaligrafi Arab sebagai wujud dari keindahan tulisan.
3. Da’wah bi al-Iqtishadiyah (Dakwah
Ekonomi)
Satu
sisi Muhammadiyah mempunyai keistimewaan dalam mengumpulkan dana untuk suatu
keperluan mendadak dan terjadwal melalui kegiatan yang disebut dengan GAS
(Gerakan Amal Saleh) yang diperoleh dari anggota dan simpatisan. Dana tersebut
dipergunakan biasanya untuk fakir miskin dalam bulan Ramadhan dan pembangunan
tertentu. Namun, Muhammadiyah jarang memikirkan kondisi warga dan simpatisannya
yang memerlukan dana untuk keperluan keluarganya sehingga mereka tidak bisa
menghadiri pengajian perminggu disebabkan harus mencari nafkah di luar. Sedekah
yang diberikan justru setahun sekali di bulan Ramadhan, padahal manusia makan
tiap hari. Untuk itu, strategi yang dapat dilakukan adalah:
a.
Muhammadiyah mengintensifkan
pemberdayaan Bank yang dimilikinya untuk keperluan anggota dan simpatisan
dengan sistem bagi hasil.
b.
Muhammadiyah dalam
jangka panjang dapat memiliki stasiun Radio dan Televisi sendiri dalam
menyampaikan pesan-pesan ideologinya.
4. Dakwah kader.
Untuk
keberlangsungan Muhammadiyah di masa depan kader-kader perlu diintensifkan
dengan melakukan strategi:
1.
Mengirim kader-kader
Muhammadiyah untuk melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah dan atau Eropa agar
lebih berkualitas.
2.
Menggalakkan kembali
pengajian-pengajian sebagai ruh Muhammadiyah sejak awal tumbuhnya dengan cara
daftar hadir, inventaris kembali karyawan, guru, dosen, pejabat yang bekerja di
amal usaha Muhammadiiyah harus terdaftar di rantingnya masing-masing sebab
bagaimana mungkin bukan kader Muhammadiyah mendirikan Muhammadiyah secara
ikhlas dan serius. Inilah mungkin pernyataan ’Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah dan jangan cari hidup di Muhammadiyah’
wahai orang-orang yang bukan kader Muhammadiyah. Termasuk politikus harus
terdaftar di ranting Muhammadiyah.
Kondisi
yang menurun dilatar belakangi kejenuhan dalam pengajian bi al-lisan dan
sedikit bi al-hal selama ini. Tentunya, diketahui akibat kejenuhan itu sendiri
(surat al-Ma’arij ayat 19 dst) mengakibatkan berkurangnya respon dan antusias.
B. Teknologi Informasi Sebagai Strategi
Dakwah Baru
Dari
sekian organisasi sosial kemasyarakatan yang ada, daya survival Muhammadiyah
cukup mengagumkan. Sungguh pun Muhammadiyah lahir dalam masa penjajahan Barat
(Belanda) di Nusantara, ternyata Muhammadiyah tetap mampu bertahan, bahkan
menjadi salah satu motor penggerak untuk melawan penjajah.
Tantangan
terhadap Muhammadiyah kini tentu berbeda dengan tantangan di masa 'kecilnya'.
Penjajahan telah selesai, namun saat ini Muhammadiyah dihadapkan pada situasi
yang tidak kalah krusialnya, yaitu globalisasi.
Mampukah
Muhammadiyah dalam proses globalisasi ini mendorong umat Islam untuk tampil
sebagai pihak yang mewarnai dan mengarahkan jalannya proses tersebut?
Jawaban
atas pertanyaan tersebut tentu saja tidak sederhana sebagaimana tidak
sederhananya proses globalisasi itu sendiri. Namun satu hal yang jelas adalah
Muhammadiyah tidak boleh berpangku tangan melihat umat Islam menjadi korban
dari arus globalisasi dan tenggelam didasarnya hanya lantaran tidak paham
bagaimana berenang di atasnya.
Globalisasi
sebagai suatu proses pada akhirnya akan membawa seluruh penduduk planet bumi
menjadi suatu world society dan global society. Hal ini harus dipandang dan
dipahami sebagai proses wajar yang tak terhindarkan yang diakibatkan oleh
semakin majunya peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek), khususnya teknologi komunikasi dan informasi. Ini menampakkan wujudnya
yang paling nyata. Peristiwa di pojok bumi manapun dengan cepat dapat
dikomunikasikan ke seluruh dunia. Akibatnya manusia semakin menyadari posisinya
sebagai sesama warga satu desa dunia atau a global village. Sebagaimana halnya
warga desa yang saling kenal mengenal satu sama lain serta selalu saling
bergotong royong dalam mewujudkan keamanan dan kesejahteraan seluruh warga,
demikian pula hendaknya sikap manusia sebagai sesama warga planet bumi.
Menyadari
bahwa kesatuan umat manusia adalah konsekuensi dari kemajuan peradaban manusia,
maka globalisasi justru harus dihadapi dengan kesiapan untuk berlomba dalam
mendakwahkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat dunia. Dengan cara bersikap
kreatif dengan menggali tak kenal henti saripati dan hikmah ajaran Islam untuk
didakwahkan dan disumbangkan sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan li
al-alamin) Tidak bisa dinafikan bahwa ada sisi lain dari globalisasi yang
berdampak tidak menguntungkan bagi umat Islam. Sebab pihak yang diuntungkan
adalah yang paling menguasai teknologi dan bermodal besar. Dalam situasi inilah
globalisasi muncul dalam bentuk dominasi Barat terhadap negara-negara Timur
(Islam). Salah satu faktor yang menyebabkan muncul dan meluasnya radikalisme
serta terorisme adalah dominasi tersebut. John L Esposito misalnya, melihat
bahwa dominasi Barat terhadap negara-negara Islam menyebabkan umat Islam
resisten terhadap peradaban Barat. Celakanya, resistensi tersebut acapkali
disertai dengan generalisasi bahwa semua yang berasal dari Barat harus ditolak
dan dimusuhi.
Dengan
demikian sedikit banyak globalisasi memiliki kontribusi dalam konflik
Islam-Barat. Ini bukan berarti kita harus menolak globalisasi, sebab ada
nilai-nilai dan produk globalisasi yang bermanfaat bagi kehidupan bersama.
Globalisasi
sebagai fenomena tercabutnya ruang dari waktu bukan hanya sebuah keniscayaan
yang tidak bisa ditampik, melainkan juga menguntungkan bagi interaksi peradaban
seluruh umat manusia. Kemunculannya seiring dengan kemajuan peradaban manusia
itu sendiri. Namun globalisasi sebagai sebuah ideologi, dimana liberalisme
ekonomi yang menjadi spiritnya, tentu harus diwaspadai.
Yang
patut diperhatikan, dunia tanpa batas menuntut kemajuan Muhammadiyah dalam
memperbaiki akhlak dan moral. Betapa beratnya tugas dakwah Nasional sebagai
bagian umat Islam terbesar dunia-sekaligus dengan beban citra umat dan bangsa
terkorup. Namun di tengah pesimisme itu Muhammadiyah harus mampu mendorong Umat
Islam Indonesia agar dapat menjadi tauladan bagi umat manusia dan jembatan
Barat dengan Islam.
Dalam
konteks dakwah global, Muhammadiyah memiliki kemampuan untuk mengarahkan
warganya-yang sebagian besar telah mengenyam sarjana S1, S2, dan S3-untuk
berpartisipasi mensosialisasikan nilai-nilai Islam moderat dalam kancah
pergaulan global. Sesungguhnya mereka (warga Muhammadiyah) telah siap menjadi
dai MML (Mandiri dan Multi-Lingual). Mereka berdakwah atas dasar panggilan
nurani.
Dengan
demikian, kita bisa berharap bahwa umat Islam tidak gampang terseret dalam
menghadapi arus globalisasi. Sebagai bagian terbesar dari bangsa Indonesia,
umat Islam dengan kemampuannya menggali dan mendayagunakan ajaran agamanya
untuk menjawab tantangan globalisasi, justru diharapkan untuk mampu memelopori
dan membawa bangsa ini tampil di gelanggang percaturan dan persaingan global
tanpa kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beriman dan bertakwa. Ini
sekaligus merupakan upaya konkrit untuk turut mengarahkan aliran arus
globalisasi.
Dengan
teknologi komunikasi dan informasi dunia memang terasa menjadi sempit dan
kecil. Tanpa keimanan kecanggihan produk Iptek tersebut dapat membawa manusia
ke sikap sombong dan melupakan Tuhan. Namun dari sudut iman dunia yang terasa
kecil itu justru mengugah agar manusia lebih merasa kecil dihadapan Tuhan Yang
Maha Pencipta. Tanpa pegangan iman pola kehidupan yang makin mengglobal ini
akan mudah membawa orang-orang terombang-ambing, terlanda stress dan
keterasingan (alienated). Tetapi dengan keimanan orang akan tangguh
menghadapinya karena proses tersebut dipahami sebagai bagian dari sunnatullah
yang tak mungkin dihindari.
Pendakwah
di zaman ini tidak lagi mapan dengan hanya kebolehan berpidato atau berceramah.
Tetapi pendakwah zaman ini adalah penyelidik dan penggerak kepada penyelesaian
masalah semasa secara praktis. Ia memerlukan kemahiran dan kebijaksanaan
sebagai pendakwah dan sekaligus penyumbang kepada pembinaan tamadun yang
dibentuk berasaskan acuan Islam. Artinya dalam posisi ini Muhammdiyah mempunyai
kesadaran dan telah menempatkan pada posisi startegis dengan menghadirkan dan
mengikutsertakan teknologi informasi sebagai mitranya dalam dakwah amar ma’ruf
nahyiu munkar.
Relauncing
website resmi muhammadiyah bagi penulis dapat diartikan sebagai proses
Muhammadiyah menjawab tantangan era globaliasasi dan informasi, rupanya
Muhammadiyah memang resfect terhadap tantangan ini karena bagaiamanapun
kalaupun Muhammadiyah berpangku tangan dan hanya menjadi penonton atau pengawas
dari besarnya arus gelombang globalisasi dan informasi tersebut, arus tersebut
tetap akan menyeret Muhammadiyah baik secar pelahan atau bahakn “dipaksa” ikut
serta didalamnya.
Penulis
menyambut baik dengan strategi dakwah ini, sebagaimana yang dikatakn oleh Ketua
Umum PP Muhammadiayh, Din Syamsudin bahwa Muhammadiyah dan umat Islam harus
mampu untuk menyesuaikan diri dengan arus global yang tengah terjadi. Karena
kalau tidak, kita (Muhammadiyah) tidak hanya ketinggalan tetapi umat Islam juga
akan ketinggalan dari proses globalisasi itu sendiri.
Begitu
juga dengan harapan yang dikatakan oleh H. Budi Setiawan, S.T. ketua Lembaga
Pustaka dan Informasi (LPI) PP Muhammadiyah, bahwa diharapkan dengan adanya
website ini Muhammadiyah dakwah Muhammadiyah tak terbatas ruang dan waktu,
Muhamaidyah bisa berdakwah sampai pelosok dunia terkecil sekalipun.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam melaksanakan dakwah amar makruf nahi
munkar, Muhammadiyah mmeluncurkan berbagai strategi dakwah. Dakwah tersebut
disesuaikan dengan perkembangan dan tidak ketinggalan pula dengan keadaan
internal warga Muhammadiyah itu sendiri.
Strategi-strategi tersebut yakni :
1. Dakwah bi as-Siya (dakwah dengan wisata)
2. Dakwah bi al Fann (dakwah dengan seni)
3. Dakwah bi al-Iqtishadiqah (dakwah ekonomi)
4. Dakwah kader
5. Strategi dakwah teknologi informasi
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini, tentu saja
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik itu datang dari kelompok kami
sebagai penyusun atau bisa jadi dari referensi yang kami dapatkan. Oleh karena
itu saran dan kritik yag membangun dari teman-teman pembaca sangat kami
harapkan demi perbaikan isi makalah kami di lain kesempatan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://alfablackid.blogspot.com ”strategi
dakwah muhammadiyah dalam bidang agama,
pendidikan kesehatan sosial-ekonomi.html (diakses pada 25 Nopember 2013,
1:02:29)
Http://Blog.Beswandjarum.Com “tawaran
alternatif model dan strategi dakwah muhammadiyah memasuki usia satu abad”
(diakses pada 25 Nopember 2013, 1:02:29)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Majelis Tarjih. 2009. Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah.
Yogyakarta : Suara Muhammadiyah
PP Muhammadiyah, “Pernyataan
Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad” Keputusan
Muktamar Muhammadiyah ke-45, Malang, 2005.
Syamsul Hidayat, “Tafsir
Kebudayaan Muhammadiyah” Jurnal Kebudayaan Akademika, Vol 1, No.1,
April 2003, hlm. 66-67.
Comments
Post a Comment