PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI SULAWESI SELATAN

BAGIAN 1
SEKILAS TENTANG MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah merupakan organisasi islam yang telah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Ketika Belanda masih menjajah, seluruh rakyat Indonesia sangat menderita. Semua harus patuh dan tunduk pada peraturan dan undang-undang, yang tujuannya mensejahterakan dan memperkaya Belanda, sementara kaum pribumi semakin melarat. Kesengsaraan telah merata di seluruh tanah air. norma agama telah porak- poranda akibat pengaruh belanda tampak telah mewarnai kehidupan pada saat itu.
Pendidikan alternative pada waktu itu adalah sekolah agama islam, namun hanya mengkaji kitab gundul tanpa mempelajari pengetahuan umum. Hal ini dikarenakan oleh paham ekstrim serta kebencian para pemuka agama islam, sehingga mengharamkan system dan ilmu-ilmu sekuler yang diterapkan Belanda.
MUHAMMADIYAH DIDIRIKAN
            Akibat penjajahan belanda yang berkepanjangan, mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan melanda seluruh kepualauan Indonesia yang dikenal kaya dengan hasil bumi.
            Melihat kondisi tersebut, KH.Ahmad Dahlan seorang ulama dari Kauman, di Yogyakarta bangkit dan mengajak masyarakat Yogyakarta untuk segera keluar dari perangkap kebodohan itu. Dan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Nopember 1912 Miladiah, didirikan suatu wdah perjuangan yang kemudian dikenal dengan nama Muhammadiyah. Sebuah wadah perjuangan yang bertujuan untuk membimbing ummat islam kepada agama islam yang murni yang telah dikotori dan untuk mempertahankan tanah air.
            Karena itulah dari awal pergerakan ini, Muhammadiyah telah menetapkan dakwahnya kepada dua sasaran, yakni untuk perorangan dan untuk masyarakat. Begitupun warna dakwahnya senantiasa berorientasi kepada amar ma’ruf nahi munkar, dalam rangka mencapaisuatu cita-cita mulia, suatu obsesi terwujudnya masyarakat utama adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah swt.
USAHA-USAHA PERBAIKAN PEMAHAMAN TERHADAP AJARAN ISLAM DI SULAWESI SELATAN
            Pada permulaan abad ke-20, beberapa ulama dari Sulawesi Selatan yang menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekah kemudian bermukim beberapa lama dan menperdalam pengetahuan agamanya di sana. Setelah mereka kembali ke kampong halamannya, mereka mengamalkan ilmunya, mengadakan pengajian di tempat mereka masing-masing, dan membimbing masyarakat agar memahami dan mau mengamalkan ajaran islam yang telah di akuinya itu.
            Para ulama itu menyampaikan ilmunya tanpa upah. Karena keihklasandan kedalaman ilmunya, sehingga tumbuhlah kharisma dan penghormatan masyarakat kepadanya. Mereka sekaligus menjadi panutan yang sangat disegani, dihormati, dan dipatuhi nasehatnya. Dalam memperdalam ilmu pengetahuan dan agamanya di Mekkah selam bertahu-tahun, para ulama lebih memilih pendapat dan aliran pemikiran menurut Imam Muhammad Idris As-Syafi’I, yang waktu itu menjadi panutan di Hijaz, khususnya di Mekkah al-Mukarramah. Maka tidaklah mengherankan bila pengetahuan agama yang diajarkan dan dikembangkan kepada para pengikut pengajian adalah hukum-hukum agama dan kaifiat menurut faham dan fatwah mashab imam syafi’i.
            Para pengikut pengajian yang sudah mahir dan mempunyaipemahaman yang mendalam yang memadai tentang ialam, selanjutnya memberikan pengajian di daerahnya masing-masing. Mereka sangat rajian dan proaktif menanyakan berbagai masalah yang belum dikuasai. Demikianlah seterusnya para mujahid tersebut mengikuti pendalaman terhadap ajaran islam kepada para ulama terhormat tersebut, seraya membiasakan diri bersilaturahmi dan menziarahi orang-orang di daerah untuk dibimbing kedalam pengenalan ajaran islam. Dalam perkembangannya, para kader ulam atau murid pengajian itu pada umumnya dipercaya oleh masyarakatnya menjadi imam, khatib, bahkan menjadi penghulu (qadli) di tempatnya. Inilah salahsatu penyebab cepatnya Islam itu tersebar luas.
LAHIRNYA ORGANISASI “ ASSHIRATHAL MUSTAQIEM ”       
Terbentuknya organisasi Jam’iyatul Khair di Jakarta tahun 1905, sebagai organisasi untuk menghimpun dan meningkatkan kesadaran umat Islam telah member pengaruh kepada pemuka-pemuka Islam di tempat lain, termasuk di kota Makassar pada waktu itu. Pengurus dan anggota-anggota jemaah mesjid di kampong Butung tercatat sebagai pelopor terbentuknya suatu organisasi umat islam yang dinamakannya “ As-Shirathal Mustaqiem “, nama yang diambil dari kalmia Al-Qur;an pada surah Al-Fatihah yang artinya “jalan lurus “
Tidak kurang dari 40 orang anggota jaah mesjid di kampong butung itu menjadi anggota pertama dari organisasi ini, dengan pengurusnya terdiri dari:
Ø  Haji Abdul Razak sebagai Voorzitter ( ketua )
Ø  Haji Muhammad Qasiln sebagai Vice Voorzitter ( wakil ketua )
Ø  Muhammad Said sebagai sekretaris.


BAGIAN 2
LAHIRNYA MUHAMMADIYAH DI KOTA MAKASSAR
1. Beralihnya As-Shiratal Mustaqiem menjadi Muhammadiyah
            Salah stu kegiatan Muhammadiyah groep Makassar  memperkenalkan diri kepada masyarakat dengan mengadakan “open barevargadering” atau “rapat umum terbuka”. Sebagai pembicaraan pada rapat umum tersebut Haji Muhammad Anis, utusan Hoofd-bestuur Muhammadiyah. Rapat umum yang pertama kali itu bagi masyarakat kota Makasassar, diselenggarakan di suatu banguna terletak di jalan Bandastraat( jalan Bandastraat, termasuk si lingkungan kampong Butung), menarik masyarakat dan menjadi buah pembicaraan berhari-hari.
2. Muhammadiyah Makassar 5 tahun pertama
            Sejak disepakati menjadi ketua Muhammadiyah Cabang Makassar, K.H.Abdullah mencurahkan seluruh waktu dan perhatiannya mengembangkan dan mengajarkan cita-cita dan faham Muhammadiyah. Pengajian-pengajian semakin dipusatkan di rumah beliau sendiri. Pengajian organisasi diberikan oleh Mansyur Yamani dan masalah faham-faham agama diberikan oleh K.H.Abdullah dengan menggunakan bahasa daerah ( Bugis dan Makassar ).
Mulai berkantor
            Sebuah bangunan gudang berukuran 50 x 8 meter di jalan Bandastraat milik Daeng Tawiro, itulah yang kemudian dipilih sebagai kantor sementara, untuk mulai segala aktifitas  Muhammadiyah dan sebagai tempat petemuan segenap pengurus.
            Pada awalnya, hanya bagian depan gudang itu saja yang dijadikan kantor dan tempat pertemuan, tapi pemilik gudang tersebut akhirnya menyerahkan sepenuhnya penggunaan gudang itu kepada Muhammadiyah.
            Aktifitas it uterus berkembang. Muhammadiyah mulai melaksanakan pendidikan yang bertempat di bagian belakang gudang tersebut. Maka berdirilah sekolah Muhammadiyah.
            Semangat menghidupkan organisasi terlihat demikian tinggi, sehingga setiap hari para pengurus Muhammadiyah yang umumya adalah pedagang ramai mendatangi kantor tersebut, baik di waktu pagi maupun sore.
Mengadakan Tabligh ( Dakwah )
            Keinginan menyebar luaskan faham dan kesadaran beragama di kalangan ummat Islam rata-rata menjadi keinginan dari mereka. Mereka berinisiatip mengadakan penerangan-penerangan yang diistilahkan waktu itu dengan “tabligh” di tempatnya masing-masing, sekalipun hanya menggunakan halaman atau kolong rumah. Untuk memberikan ceramah didatangkan K.H.Abdullah, Mansyur Yamani,H.Muhammad Tahir Cambang,dll.
            Tabligh yang diadakan itu pun tidak luput dari gangguan dan sabotase, bahkan rintangan dan tekanan. Gangguan-gangguan dan intimidasi itu pada umumnya terdiri dari :
a.       Orang-orang yang beranggapan bahwa Muhammadiyah adalah perkumpulan yang merusak dan merubah-ubah agama Islam;
b.      Dari golongan bangsawan yang berpandangan sempit, mereka menuduh Muhammadiyah akan merubah adat istiadat;
c.       Dari golongan yang buta terhadap agama islam, sekalipun mereka mengaku beragama Islam;
d.      Gangguan dari pihak pemerintah colonial sendiri dan kaki tangannya, sekalipun gangguan mereka tidak secara langsung diadakan sebagai sabotase terhadap tabligh tersebut.
3. Aisyiyah Cabang Makassar Didirikan
           Tahun 1927, setahun setelah didirikannya Muhammadiyah di kota Makssar, di tengah-tengah rintangan yang dihadapinya, Muhammadiyah semakin menampakkan kegiatannya. Sekitar bulan Juli 1927, anggota Muhammadiyah dari kalangan wanita membentuk Aisyiyah Cabang Makassar. Kehadiran Aisyiyah pada waktu itu dengan pakaian khasnya yakni nkudung lilit menutup kepala sampai ke dada, tidak luput dari pergunjingan masyarakat bahkan diisukan merubah adat. Oleh karena pada umumnya pengurus Aisyiyah buta aksara, maka merekapun aktif mengikuti kursus yang dinamakan “ nsekolh menyesal” yang didirikan beberapa bulan kemudian.
4. Organisasi Kepanduan Hizbul Wathan (HW) Didirikan
           Dalam kepengurusan Muhammadiyah Cabang Makassar, ada bagian urusan pemuda. Urusan pemuda ini menandai 4 macam usaha yaitu:
a.       Urusa kepanduan Hizbul Wathan
b.      Urusan persatuan sepak bola HW, disingkat PS-HW;
c.       Urusan musik;
d.      Urusan pandu laut.
Mendirikan Masjid Ta’mir
            Masjid di kampung butung yang didirikan oleh Haji Muhammad Thahir dan menjadi tempat orang-orang Muhammadiyah bershalat jum’at di padang tidak memadai lagi, terutama karena di masjid tersebut masih sering terdapat orang yang melakukan bid’ah dan kurafat di dalamnya. Hal ini tidak mengherankan karena masjid tersebut adalah masjid umum, maka timbul keinginan dan rencana membangun masjid lain.
            Seorang anggota Muhammadiyah yang tinggal di kampong Pisangbernama Kamluddin mewakafkan sebidang tanahnya yang terletak di suatu lorong di Bandarstaat (jalan Banda) untuk dibanguni masjid. Dibentuklah panitia pembangunan. Mengingat pembangunan itu memerlukan biaya yang sangat besar, maka panitia pembangunan mesjid itu didukung oleh PSII dan tokoh-tokoh Ash-Shiratal Mustaqiem.
            Masjid yang didirikan dan diberi nama Masjid Ta’mir telah dapat digunakan ( di tempat shalat jum’at) pada tahun 1927 itu juga, dengan K.H. Abdullah sebagai imam dan khatibnya.
Mendirikan tempat-tempat pendidikan
            Pada tahun 1929, Muhammadiyah Cabang Makassar berusaha mendirikan 2 buah sekolah yaitu :
a.       Hollandsche Inlandsche Shool metode Al-Qur’an;
b.      Munir school, setingkat dengan ibtidaiyah.
Pengurus Aisyiyah Cabang Makassar dengan bekerja sama dengan Muhammadiyah Cabang Makassar mengadakan sekolah yang dinamainya “Menyesal School”, yakni kursus pemberantasan buta aksara yang pengikut-pengikutnya agalah pengurus dan anggota Aisyiyah
Mengusahakan pemeliharaan yatim piatu
            Pada tahun 1929, Muhammadiyah Cabang Makassar menambah lagi usahanya dengan mengusahakan pemeliharaan anak yatim piatu. Oleh karena belum mempunyai gedung khusus untuk itu, maka anak-anak yatim piatu asuhannya itu ditampung di rumah Tuan Salamung, salah satu pimpinan Hizbul Wathan yang bertempat tinggal di jalan Wijnverldweg ( jalan Buru).
            Dalam berusaha mencari lokasi untuk dibanguni tempat penampungan yatim piatu itu, secara kebetulan seorang pedagang mie dari jawa yang mempunyai tanah di jln.Diponegoroweg, tidak jauh dari lokasi yang dibanguni sekolah Muhammadiyah menang lotre sebesar seratus ribu gulden. Dia pun menjual tanahnya kepada Muhammadiyah dengan harga dua ratus ribu gulden. Kemudian mereka sekeluarga kembali ke jawa. Di atas tanah tersebut dibangun rumah penampungan yatim piatu yang diberi nama “Rumah Anak Yatim Muhammadiyah”.
Pengembangan Muhammadiyah di kota Makassar
            Berkat usaha para kader Muhammadiyah, pada tahun 1928 telah terbentuk 4 Groep Muhammadiyah di dalam kota Makassar, yaitu:
a.       Muhammadiyan Groep kampong Bontoala, dipimpin oleh Sulaiman Daeng Matutu, waktu itu menjabat sebagai Matowa (Kepala Kelurahan).
b.      Muhammadiyah Groep Kampung Pisang yang terletak di sentral kota Makassar;
c.       Muhammadiyah Groep Mariso di bagian selatan kota Makassar;
d.      Muhammadiyah Groep Lariangbangi di lingkungan distrik kota Makassar di bagian timur kota Makassar.
Sistem administrasi dan pembinaan
            Anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah dahulu itu:
Ø  Mengandalkan kekuatannya sendiri dalam mengadakan dan memelihara amal usaha Muhammadiyah;
Ø  Mereka berkorban penuh keiklasan tanpa pamrih melaksanakan keputusan dan ketentuan organisasi;
Ø  Tidak ada dari kalangan anggota Muhammadiyah dan Aisyiyah yang berpikiran sertanberusaha menjadikan Muhammadiyah dan amal-amal usahanya sebagai tempat atau lapangan mencari materi-duniawi;
Ø  Pengelolaan organisasi dan amal-amal usahanya oleh pengutusdan juga oleh anggotanya, dilaksanakan penuh amanah. Tertib administrasi sangat dipentingkan terutama dalam hal pemanfaatan keuangan dan inventaris organisasi, dan semuanya dilakukan dengan manajemen terbuka.
Ketabahan menghadapi reaksi dan rintangan
            Di mana ada aksi, di situada reaksi, demikian kata-kata ungkapan dan merupakan sunnatullah mewarnai perjalanan hidup manusia sepanjang masa. Apa lagi bila aksi itu dinilai sebagai penyimpangan dan perlawanan dari adat kebiasaan yang telah melembaga dan digemari.
            Reaksi dan rintangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah, Aisyiyah, dan Pemuda Muhammadiyah di daerah pedalaman Sulawesi Selatan yang terbentuk pada tahun-tahun berikutnya. Reaksi dan rintangan itu antara lain:
Ø  Orang-orang Muhammadiyah yang pakai pentolan (celana panjang) dituding orang nasrani, serta shalat tanpa kopiah disebut kafir;
Ø  Orang-orang Muhammadiyah yang shalat Jum’at dengan sekali adzan dan dengan khitbah bahasa Indonesia atau bahasa daerah dituduh perusak agama dan diperkarakan di pengadilan;
Ø  Orang-orang Muhammadiyah yang tarwih di bulan Ramadhan dengan 8 rakaat dan ditambah witir 3 rakaatdengan sekali salam, serta shalat ied di tanah lapangan terbuka dituduh sesat dan merusak agama;
Ø  Orang-orang Aisyiyah dan puteri-puterinya yang memakai jilbab dikatakan merusak adadt bahkan dijuluki dengan gelaran sinis”haji tallettu” artinya haji yang tidak sampai di Mekkah;
Ø  Orang-orang Muhammadiyah dan Aisyiyah yang mengumpulkan bantuan penyantunan yatim piatu dituduh pula hanya memnperalat anak yatim piatu untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya;
Ø  Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang menggunakan bangku,meja,papan tulis, dengan guru-gurunya yang berpentolan dan berdasi dituduh sebagai nasrani;
Ø  Orang-orang Muhammadiyah yang tidak bertalkin dan membaca surah yasin di kuburan yang baru meninggal dan tidak pula merayakan dengan selamatan dan sesajen kiriman kepada keluarga yang telah meninggal, dituding sebagai pendurhaka kepada leluhur dan merusak agama Nabi Muhammad SAW.
BAGIAN 3
PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI DAERAH SULAWESI SELATAN DAN SEKITARNYA
1. Peran pedagang dalam menyebarkan Muhammadiyah
            Dari kota Makassar, Muhammadiyah berkembang ke daerah-daerah pedalaman Sulawesi-Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku. Pengurus Muhammadiyah Cabang Makassar pertama tahun 1926 itu adalah pedagang, kecuali seorang dar padanya adalah Daeng Minggu yang bekerja sebagai mandor kepala di Pelabuhan Makassar. Mereka ada yang berdagang kain dan yang terbanyak adalah pedagang hasil bumi, istilah popular saat itu adalah “producten handelaar”.
2. Muhammadiyah terbentuk di daerah-daerah
a. Muhammadiyah di Rappang, Pinrang, Pare-pare, dan Majene.
            Pada tahun 1928, Haji Ziani sekeluarga mendirikan Muhammadiyah Groep Rappang. Beliau adalah pedagang yang terkenal di Rappang, mempunyai hubungan dagang sampai ke singapura.
            Pada tahun 1929, pengurus Muhammadiyah yang telah ditingkatkan dari groep menjadi cabang, berhasil mendirikan Muhammadiyah di Pare-pare, di bawah kepemimpinan Haji Bakoko, seorang pedagang di kota itu. Pada tahun 1930, pengurus Muhammadiyah cabang rappang mendirikan Muhammadiya Groep Cabang Pinrang di bawah kepemimpinan Ambo Saleng dan Wak Daude. Usaha selanjutnya ialah mendirikan Muhammadiyah groep Jampue pada tahun 1930 di bawah pimpinan Haji Haruna, seorang hartawan dan bangsawan di daerah pesisir zelfbestuur sawwitto.
b. Muhammadiyah Sengkang dan Soppeng
            pada tanggal 14 Juli 1928, Muhammadiyah sengkangdidirikan,  pada tahun 1929, Muhammadiyah Cabang Sengkang mendirikan satu groep, yaitu Muhammadiyah Groep Belawa.dan pada tahun 1930, Muhammadiyah cabang Sengkang melangkah keluar daerah zelfbestuur Wajo, dengan mendirikan Muhammadiyah Groep Batu-batu, desa yang terletak sebelah utara zelfbestuur Soppeng. Pengembangan organisasi diusahakan terus dengan membentuk Muhammadiyah groep Watangsoppeng dan groep Lajjowa pada tahun 1933.
c. Muhammadiyah di daerah Pangkajene, Maros, dan Barru
Salah seorang pengurus Muhammadiyah cabang Makssar, yakni haji Andi Sewang Daeng muntu. Beliau adalah seorang bangsawan Makassar dan bertempat tinggal di Labbakkang, Pangkep, sebuah desa dengan empang yang terkenal. Atas usaha beliau, Muhammadiyah groep Labbakkang dapat didirikannya pada tahun 1928, para kaum bangsawan keluarganya menjadi pendukung, sehingga Muhammadiyah dan amal-amal usahanya berkembang dengan baik.
Di daerah Maros telah ada beberapa anggota Muhammadiyah Cabang Makassar yang giat pula mengikuti pengajian-pengajian di kota Makassar. Dengan kepeloporan Haji Ba Alwi Daeng Rahing, Muhammadiyah groep maros dapat didirikan pada tahun 1929. Pengurus Muhammadiyah groep matos aktif menyebarkan faham Muhammadiyah sampai ke daerah Camba.
Atas kepeloporan dan usaha pedagang0pedagang dari daerah zelfbestuur Barru, 100 km kea rah utara kota Makassar, antara lain Haji Asaf dan Haji Yahya, anggota Muhammadiyah Cabang Makassar setia mengikuti pengajian-pengajian di masjid ta’mir setiap ke kota Makassar, beliaupun mendirikan Muhammadyah group kampong Barru dan groep Takkalasi pada tahun 1930. Atas usaha beliaupun menyusul berdirinya Muhammadiyah groep Tanete, kemudian groep Ele, dan groep Ralla, semuanya di Swapraja (Kabupaten Barru).
d. Muhammadiyah di daerah Gowa, dan Takalar
            Tahun 1929-1930 adalah tahun-tahun berdirinya Muhammadiyah daerah zelfbestuur(swapraja) Gowa dan onderafdeling Takalar.
            Anggota-anggota tersiar dari Muhammadiyah cabang Makassar dan groep Jongaya serta sungguminasa yang aktif mengurus cabang dan groepnya, berusaha mendirikan Muhammadiyah di kampung asalnya masing-masing, maka pada tahun 1930 telah berdiri Muhammadiyah, di antaranya:
Ø  Groep Limbung, dengan kepeloporan Haji Rowa dan Daeng Puli sekeluarga;
Ø  Groep Barembeng-Bontonompo, dengan kepeloporan jamalong dan Mahasong, seorang guru sekolah;
Ø  Groep Bonto Ria di daerah Galesong;
Ø  Groep sapanjang, di daerah Galesong;
Ø  Groep salaka, dan groep Palleko, di daerah Takalar;
Ø  Groep Tombolo-Pao, di daerah Malino.
3. Muhammadiyah di daerah Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Selayar, dan Jeneponto
a. Muhammadiyah di daerah Bantaeng
            Pada tahun 1927, Daeng Paris, Osman alias Sammang, Tanawali dan Muhammad Osman adalah pelopor berdirinya Muhammadiyah groep Bantaeng . pada tahun 1931 telah dapat pula didirikan Aisyiyah groep Bantaeng oleh Sitti Daeng Lebo. Pada tahun 1931 pula didirikan Hizbul Wathan dengan pimpinan Salamun.
b. Muhammadiyah di daerah Bulukumba
            Kajang adalah salahsatu distrik (kecamatan) yang terletak di bagian timur oderafdeling Bulukumbaberpesisir teuk Bone, menerima kehadiran Muhammadiyah pada tahun 1928. Dipelopori oleh Andi Aco Daeng Pagising yang popular dengan gelar Haji Yahya Karaeng Kajang, seorang bangsawan dan hartawan di daerahnya.
c. Muhammadiyah di daerah Sinjai
            Pada tahun 1928, Muhammadiyah groep Sinjai dapat didirikan atas kepeloporan Ahmad Marzuki bersama Muhammad Sanusi, andi Bintang, dan La Bunna. Usaha mereka menginformasikan Muhammadiyah kepada masyarakatnya mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat setempat.
d. Muhammadiyah di Pulau Selayar
            Haji Hayyong dan Haji Ganiun, dua tokoh uamat islam di kota Benteng, ibu kota Selayar yang dengan giatnya mempelopori dan kemudian menjadi pengurus dari Muhammadiyah groep Benteng pada tahun 1930.
e. Muhammadiyah di Daerah Jeneponto
            Sejak tahun 1929, Sinowa Daeng Lalang, seorang tokoh masyarakat jeneponto dan manjadi anggota tersiar dari penjelasan-penjelasan tentang Muhammadiyah groep Makassar telah giat memberikan penjelasan-penjelasan tentang Muhammadiyah kepada keluarga dan sahabatnya. Tahun 1933 Muhammadiyah groep Jeneponto diresmikan.
f. Muhammadiyah di Luwu dan Tanah Toraja
            Andi Jurangga, Vice Voorzitter Muhammadiyah Sengkang, adalah seorang bangsawan dari daerah Luwu (Palopo) yang bermukim di Sengkang melakukan usaha-usaha perkembangan Muhammadiyah. Dan atas usahanya bersama Abu dan lebih ditingkatkan lagi oleh La Tang, Sayid Muhammad dan Sayid Mahmud, berdirilah Muhammadiyah groep Palopo pada tahun 1928.
g. Muhammadiyah di Enrekang
            Pada tahun 1933, Muhammadiyan menamcapkan kakinya di daerah yang sebagian besar daerahnya adalah pegunungan dengan status sebagai groep di bawah pembinaan Muhammadiyah Cabang Rappang kehadiran dan terbentuknya Muhammadiyah groep enrekang, adalah atas kepeloporan Haji Ibrahim, Haji Ismail, Ambo sakki, dan Ibrahim.
4. Beberapa peristiwa penting Muhammadiyah di Sulawesi Selatan pada 5 tahun pertama
            Telah dikemukakan di atas bahwa para pengurus Muhammadiyah dalam mengupayakan usaha-usaha menuju cita-cita dan mengembangkan faham Muhammadiyah cukup banyak menemui rintangan dan ujian. Mereka melangkah terus dengan pasrah mengharapkan ridho ilahi. Semboyannya adalah katakata ungkapan yang popular ialah, “ bahwa kita tidak mencari musuh, tetapi bila musuh tidak dapat dielakan, jalan surut apa lagi menyerah tidak akan ditempuh”.
BAGIAN 4
PERKEMBANGAN FISIK ORGANISASI SAMPAI MASA PENDUDUKAN JEPANG, MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-21 DAN MUSYAWARAH DAERAH YANG DIADAKANNYA

 1. Perkembangan fisik Muhammadiyah selama 15 tahun (1926-1941)
            Berkat keiklasan dan dedikasi tinggi dan keulutan para pengurus Muhammadiyah dan pengurus-pengurus dalam organisasi dalam lingkungannya, ditopang pula dengan pemahaman masyarakat terhadap agamnya yang mulai terbuka, menjadi factor penyebab perkembangannyaorganisasi Muhammadiyah dan amal-amal usahanya yang menunjukkan kemajuan selama 15 tahun sejak mula kehadirannya pada tahun 1929 di kota Makassar.
            Sampai dengan bulan april 1941, saat berlangsungnya komperensi daerah Muhammadiyah Sulawesi Selatan yang ke-16, di Sulawesi Selatan telah terbentuk 6 cabang Muhammadiyah dan 81 groep (ranting).
Penyelenggaraan komperensi-komperensi daerah
Musyawarah dalam Muhammadiyah
            Ada dua hal yang dipentingkan dalam pengelolaan organisasi Muhammadiyah dan pengelolaan amal-amal usahanya, yaitu:
a.       Tertib administrasi, terutama yang berhubungan dengan keuangan dan harta benda milik organisasi;
b.      Pengelolaan organisasi secara terbuka dengan selalu mengutamakan musyawarah.
2. Komperensi sebelum perang pasifik
            Pada 5 tahun pertama sejak kehadirannyadi Sulawesi Selatan, masih dinamakan komperensi cabang dan pada komperensi yang ke-7 di Maros pada tahun 1932 barulah dinamakan komperensi daerah. Komperensi telah dilaksanakan di tempat-tempat berikut:
a.       Tahun 1929 dilangsungkan di sengkang;
b.      Tahun 1929 dilangsungkan di Makassar;
c.       Tahun 1930 dilangsungkan di Majene;
d.      Tahun 1930 dilangsungkan di Bantaeng;
e.       Tahun 1931 dilangsungkan di Labbakkang;
f.       Tahun 1932 dilangsungkan di Palopo;
g.      Tahun 1932 dilangsungkan di Maros;
h.      Tahun 1933 dilangsungkan di Rappang;
i.        Tahun 1934 dilangsungkan di Kajang;
j.        Tahun 1935 dilangsungkan di Majene;
k.      Tahun 1936 dilangsungkan di Bulukumba;
l.        Tahun 1937 dilangsungkan di Makassar;
m.    Tahun 1938 dilangsungkan di Benteng-Selayar;
n.      Tahun 1939 dilangsungkan di Palopo;
o.      Tahun 1940 dilangsungkan di Palopo;
p.      Tahun 1940 dilangsungkan di Pare-pare;
q.      Tahun 1941 dilangsungkan di sengkang.
3. Muktamar (Kongres) uhammadiyah Se-Indonesia ke-21 di Makassar
            Suatu peristiwa organisasi yang sangat bersejarah bagi Muhammadiyah di daerah Sulawesi Selatan ini ialah Muktamar Muhammadiyah ke-21 di kota Makassar, yang telah berlangsung dengan baik selama 7 hari, yakni dari tanggal 1-7 Mei 1932.
4. Di Mas Pendudukan Jepang
            Pemerintah dan tentara Jepang pada saat itu melakukan pembekuan semua kegiatan organisasirakyat, termasuk membekukan Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan memerintahkan untuk menutup semua sekolah-sekolahnya.
            Oleh karena hubungan surat-menyurat dari konsulat Muhammadiyah Sulawesi Selatan dengan cabang dan rantingnya di daerah pedalamandianggap tidak aman, serta kemungkinan maksud surat yang dikiri disalah tafsirkan oleh para pengurus cabang dan ranting.
BAGIAN 5
MUHAMMADIYAH DAN PERJUANGAN
KEMERDEKAAN DI SULAWESI SELATAN
1. Muhammadiyah kembali aktif
            Warga Muhammadiyah yang selama pendudukan Jepang mengendapkan kegiatannya, setelah menyambut berita proklamasi kemerdekaan itu dengan kembali bersemangat melanjutkan perjuangannya. Para pengurus Muhammadiyah, baik di ranting maupun di cabang aktif mendiskusikan situasi yang sedang dihadapi dan kemungkinan0kemungkinan yang akan terjadi. tanpa intruksi dan koordinasi, mereka bertekad memunculkan eksistensi organisasi dan bagian-bagiannya dengan penuh kewaspadaan. Pengajian-pengajian dan pertemuan-pertemuan terbatas mereka adakan dengan tema sentral yaitu perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan.
2. Warga Muhammadiyah dalam pemberontakan bersenjata
            Pada tanggal 23 September 1945, pasukan sekutu terdiri dari tentara Australia ditambah dengan tentara Gerkha (Inggris) mendarat di kota Makassar. Mereka dengan tugas melucuti dan melawang Jepang. Beberapa tentara Australia, diantaranya seorang perwira menengah berpangkat mayor bernama Wagner ditugaskan menghimpun kembali bekas-bekas tentara KL dan KNIL yang ditawan oleh tentara Jepang dan selama perang hidup di kamp-kamp tawanan dan bekerja paksa, untuk dipersenjatai kembali. Tugas lain mayor Magner adalah mempersiapkan sarana dan personil dalam rangka pembentukan pemerintahan sipil di Sulawesi Selatan yang ditanamkannya Netherlandsh Indie Civil Administration, populernya disingkat NICA.
            dR.Sam Ratulangi bersama-sama Manai Sophian, Lanto Daeng Pasewang dll., segera bertindak mengorganisir pemuda-pemuda yang berjiwa dan bersemangat nasionalis tinggi, membentuk barisan pemuda nasional Indonesia.
3. Komperensi darurat Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan di kota Makassar
            Konsulat5 Muhammadiyah Sulawesi Selatan mempersatukan pendapat dan sikap menghadapisituasi yang semakin buruk. Ada dua alasan konsulat Muhammadiyah memendang perlu mengadakan pertemuan pada saat itu ialah:
a.       Banyaknya desakan dari daerah-daerah agar Muhammadiyah kompak dan utuh menghadapi keadaan;
b.      Sulitnya melakukan hubungan dengan pimpinan pusat Muhammadiyah di Yogyakarta guna memperoleh petunjuk-petunjuk dan pedoman menghadapi keadaan yang semakin genting.
Dalam mencari tempat yang dianggap baik di kota Makassar, ditetapkanlah ranting Mamajang, salah satu ranting yang baru saja diresmikan. Dalam hal penentuan waktu yang tepat melangsungkan komperensi darurat Muhammadiyah Sulawesi Selatan merencanakan pada bulan dilangsungkannya komperensi Malino oleh Belanda. Menyongsong akan dilangsungkannya komperensi darurat Muhammadiyah se Sulawesi Selatan, Muhammadiyah cabang Makassar melakukan komperensi cabang untuk membahas dan menentukan pendapat serta sikap yang akan dibawa ke komperensi itu.
            Suasana rapat itu diwarnai oleh semangat kemerdekaan yang membara, jiwa republikme yang menggelora. H.A. Sewang Daeng Muntu, konsul Muhammadiyah Sulawesi Selatan, saat tampil ke mimbar menyatakan antar lain bahwa “ Haram bagi orang-orang Muhammadiyah tidak menyetujui perjuangan kemerdekaan Negara kesatuan Republik Indonesia!”.
            Pernyataan itu disambut tepuk tangan meriah. Akhirnya komperensi itu memutuskan dan mengambil sikap sebagai berikut:
a.       Nuhammadiyah cabang Makassar mendukung sepenuhnya Negara kesatuan Republik Indonesia;
b.      Memperjuangkan keputusan tersebut agar menjadi putusan komperensi daruar Muhammadiyah Daerah Sulawesi Selatan.
4. Pengorbanan warga Muhammadiyah dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan di Sulawesi Selatan
            Memasuki semester ke dua tahun 1946, perjuangan rakyat Sulawesi Selatan menghadapi colonial semakin meningkat setiap hari dan semkinmenjadi bulan-bulanan gempuran pasukan NICA, maka para pejuang menghimpun kekuatan di daerah daerah. Di bagian selata pemusatan ditempatkan di polongbangkeng (Takalar), tempat kedudukan panglima LAPRIS. Penyerangan ke dalam kota Makassar hanya dilakukan secara sporadic terutama di malam hari.
            Dalam bulan Desember 1946 merupakan bulan perwujudan bulan perwujudan kebrutalan dan kebuasan Westerling dan pasukannya. Mereka melakukan aksi pembantaian manusia yang berakibat gugurnya puluhan ribu patriot tanah air di daerah ini. Puluhan ribu nyawa melayang dan ribuan pula rumah penduduk yan musnah dibakar oleh mereka. Aksi biadab itu dimulai pada tanggal 11 desmber 1946 dengan menembak mati ratusan penduduk di kampong kalukuang di bagian Timur kota Makassar dan dilanjutkan dengan aksi serupa terhadap ratusan penduduk di Balangboddong, bagian selatan kota Makassar.
BAGIAN 6
KEMBALI KE PANGKUAN NEGARA KESTUAN
REPUBLIK INDONESIA
1. Muhammadiyah setelah terbentuk partai Masyumi
            pada tanggal 3 Nopember 1945, opemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat yang isinya memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada rakyat untuk membentuk partai organisasi politik sebagai wadah perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
            Dalam kepemimpinan di tingkat pusat dari partai yang didukungoleh organisasi-organisasi islam yang mendirikannya duduk pimpinan-pimpinan dan eksponen dari organisasi pendiri tersebut. Dalam hal keanggotaan dari partai ini, dinyatakan ada 3 macam anggota, yaitu:
a.       Anggota perorangan langsung, yakni orang islam bangsa Indonesia yang menyetujui asas dan tujuan serta garis politik dan program perjuangan.
b.      Anggota otonom, yakni organisasi-organisasi profesi seumpama organisasi buruh, tani, nelayan, organisasi wanita.
2. Muhammadiyah di tengah-tengah kancah gerakan DI-TII Sulawesi Selatan
            Rangting-ranting Muhammadiyah dan amal usahanya yang mulai dibina kembali setelah melintasi masa-masa revolusi mempertahankankemerdekaan, menjadi lumpuh. Sekolah dan madrasahnya ditutup, guru-guru meninggalkan posnya, hijrah ke kota atau ke daerah lain.
            Setiap pergolakan menimbulkan korban. Hal demikian adalah alami. Selama kekacauan keamanan tersebut di atas, maka selai amal usaha Muhammadiyah yang terbengkalai bahkan terhenti, juga terdapat korban jiwa. Namun yang jelas pasti mereka itu korban bukan karena mereka itu orang Muhammadiyah.
3. Masa penataan kembali organisasi dan amal usaha
a. Penyelenggaraan komperensi-komperensi derah
            selama dasa wrsa ke lima telah diselenggarakan komperensi daerah, yaitu :
Ø  Pada tahun 1950 diselenggarakan di Bantaeng;
Ø  Pada tahun 1951 diselenggarakan di Makale;
Ø  Pada tahun 1952 diselenggarakan di Pare0pare;
Ø  Pada tahun 1954 diselenggarakan di Rappang;
Ø  Pada tahun 1959 disel3nggarakan di Watangsoppeng.
Komperensi daerah Bantaeng adalah komperensi daerah yang pertama diadakan di alam kemerdekaan, mempunyai makna yang sangat bernilai dalam Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan. Selain karena merupakan konperensi daerah pertama di bawah kekuasaan Negara dan bangsa sendiri, pun komperensi itu adalah:
a.       Menjadi forum reuni para pengurus dan pimpinan Muhammadiyah se Sulawesi Selatan setelah hamper 10 tahun lamanya mereka membekukan diri di tempatnya masing-masing
b.      Komperensi ini menjadi ukuran serta menjadi fakta bahwa kecintaan dan kepercayaan kepada organisasinya demikian pula semangat dan dedikasi beramal di dalamnya tidaklah menjadi pudar dalam kesulitan yang berlangsung bertahun-tahun dari rintangan menggunung yang selalu dihadapinya.
b. Membentuk dan menggiatkan organisasi otonom (ORTOM)
            Partai Masyumi yang dipusatkan oleh penguasa di negeri ini untuk membubarkan diri pada bulan Agustus 1960 dan diiringi dengan penangkapan dan pemenjaraan pimpinan-pimpinanya, cukup dipahami oleh para pemimpin Muhammadiyah bahwa perjuangan ummat islam di Indonesia akan semakin berat dan sulit. Orang-orang Muhammadiyah yang terorbit.
BAGIAN 5
MUHAMMADIYAH DI SULAWESI SELATAN
DAN PERISTIWA PENGHIANATAN
G.30.S – PKI
1. Gambaran kekuatan komunisme di Indonesia
            Sejarah perkembangan paham komunis sepanjang masa menunjukkan bahwa faham tersebut akan berkembang subur pada bangsa-bangsa dan negeri yang rakyatnya hidup miskin, bertaraf ekonomi rendah. Propaganda dan paham komunis mudah sekali termakan oleh masyarakat yang demikian.
            Kondisi ekonomi dan kehidupan masyarakat yang demikian menjadi persemian subur semakin melebarnya pengaruh PKI yang dating kepada buruh tani dengan janjinya akan membagikan tanah.

BAGIAN VIII
DALAM ERA ORDE BARU
1. Perkembangan Muhammadiyah pada pada permulaan orde baru (ORBA)
            Terjalin hubungan baik antara pemimpin Muhammadiyah di semua tingkatan kepengurusan dengan pihak pejabat pemerintahan, terutama dengan alat-alat kekuasaan Negara, semakin menciptakan suasana yang mengembangkan dirinya. Pada suatu apel siang yan diadakan oleh KOKAM Daerh kota madya Ujung pandang sekitar pertengahan tahun 1966, panglima KODAM HASANUDDIN Bapak kol. Solihin GP, yang diumdang untuk memberikan amanat dan pengarahan menyatakan antara lain:
“ Muhammadiyah adalah kawan terpercaya bagi ABRI   



           






Comments

Popular posts from this blog

STRATEGI PERJUANGAN MUHAMMADIYAH DAN GERAKANNYA

Pendekatan Dalam Proses Pembelajaran Fisika

ALAT UKUR DAN PENGUKURAN