TALAK

 

A.           Pengertian Talak

Talak ( الطلاق ) menurut bahasa adalah melepaskan ikatan. Kata tersebut diambil dari lafazh لإطلاق yang maknanya adalah melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan talak menurut istilah hukum syara’ adalah melepaskan atau memutuskan ikatan pernikahan.

1.             Menurut ulama mazhab Hanafi dan Hanbali mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung untuk masa yang akan datang dengan lafal yang khusus

2.             Menurut mahsab Syafi’I,talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan itu.

3.             Menurut ulama Maliki,Talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugur

B.            Hukum Talak

1.             Talak hukumnya menjadi wajib, apabila dalam hubungan berumah tangga, pasangan suami istri sering bertikai. Kemudian seorang hakim mengutus dua orang juru damai dari kedua belah pihak untuk mendamaikan keadaan keduanya. Namun, setelah juru damai melihat keadaan keduanya, mereka berpendapat bahwa perceraian adalah jalan  terbaik bagi keduanya. Maka, ketika itu suami wajib menceraikan istrinya.

2.             Talak hukumnya menjadi mustahab (dianjurkan), manakala seorang istri melalaikan hak-hak Allah seperti shalat, shaum, dan yang semisalnya. Sementara suami tidak memiliki kemampuan lagi untuk memaksanya atau memperbaiki keadaannya.

3.             Talak hukumnya menjadi mubah (diperbolehkan), ketika perceraian itu sendiri dibutuhkan. Misalkan suami mendapati akhlak istrinya buruk, sehingga suami merasa dipersulit olehnya. Sementara suami tidak mendapatkan harapan dari kebaikan istrinya

4.             Talak hukumnya menjadi makruh, ketika tidak ada alasan kuat untuk menjatuhkan talak karena hubungan keduanya harmonis.

5.             Talak hukumnya menjadi haram, manakala seorang suami mentalak istrinya dalam keadaan haidh atau dalam keadaan suci setelah menggaulinya. Dan ini dinamakan talak bid’ah/talak bid’i, sebagaimana akan datang penjelasannya.

6.             Hukum Talak tanpa Sebab

Pada dasarnya talak adalah perbuatan yang dihalalkan. Akan tetapi, perbuatan ini disenangi iblis, karena perceraian memberikan dampak buruk yang besar bagi kehidupan manusia. Terutama terkait dengan anak dan keturunan. Oleh karena itu, salah satu diantara dampak negatif sihir yang Allah sebutkan dalam al-Qur’an adalah memisahkan antara suami dan istri.

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 102

Yang artinya : “ Mereka belajar dari keduanya (harut dan marut) ilmu sihir yang bisa digunakan untuk memisahkan seseorang dengan istrinya”.  

C.           Macam – Macam Talak

Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1.             Talak Raj’i

2.             Talak Bain

 

IDDAH

A.           Pengertian

     Dalam perjalanan perkawinan ternyata tidak berjalan dengan mulus dan terdapat berbagai halangan dan rintangan yang mengakibatkan tujuan perkawinan itu tidak bisa dicapai dan sebagai puncaknya terjadilah perceraian. Akibat dari adanya perceraian inilah yang menyebabkan adanya kewajiban bagi seorang perempuan untuk “beriddah” atau dalam istilah lain disebut “masa tunggu”.

     Kata iddah berasal dari bahasa Arab yang berarti menghitung, menduga, dan mengira. Menurut istilah, ulama-ulama memberikan pengertian sebagai berikut :

1.             Syarbini Khatib dalam kitabnya Mugnil Muhtaj mendifinisikan iddah dengan “Iddah adalah nama masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui kekosongan rahimnya atau karena sedih atas meninggal suaminya.

2.             Drs. Abdul Fatah Idris dan Drs. Abu Ahmadi memberikan pengertian iddah dengan “Masa yang tertentu untuk menungu, hingga seorang perempuan diketahui kebersihan rahimnya sesudah bercerai.”

3.             Prof. Abdurrahman I Doi, Ph.D memberikan pengertian iddah ini dengan “suatu masa penantian seorang perempuan sebelum kawin lagi setelah kematian suaminya atau bercerai darinya.”

4.             Sayyid Sabiq memberikan pengertian dengan “masa lamanya bagi perempuan (istri)  menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya.

B.            Hukum Iddah

Ulama sepakat atas wajibnya iddah bagi seorang perempuan yang telah bercerai dengan suaminya. Mereka mendasarkan dengan firman Allah pada surah Al Baqarah ayat 228 yang artinya “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru”. Rasulullah juga pernah bersabda kepada Fatimah bin Qais Artinya:  “Beriddahlah kamu di rumah Ummi Kaltsum.”

 

C.      Macam-macam iddah:

1.             Iddah karena cerai mati.

Iddah perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, yaitu ada dua keadaan, yaitu : Jika perempuan tersebut hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surah Ath-Thalaq ayat 4. Demikian pula telah disebutkan dalam sebuah Hadits Rasulullah yang artinya :  “Kalau seorang perempuan melahirkan sedang suaminya meninggal belum dikubur, ia boleh bersuami.”  Tetapi jika tidak hamil, maka masa iddahnya empat bulan sepuluh hari.

2.             Iddah cerai hidup.

Perempuan yang dicerai dalam posisi cerai hidup dalam hal ini ada tiga keadaan yaitu :

*            Dalam keadaan hamil iddahnya sampai melahirkan.

*            Dalam keadaan sudah dewasa (sudah menstruasi) masa iddahnya tiga kali suci.

*            Dalam keadaan belum dewasa (belum pernah menstruasi) atau sudah putus    menstruasi (menopause), iddahnya adalah tiga bulan.

3.             Iddah bagi perempuan yang belum digauli, maka baginya tidak mempunyai masa iddah. Artinya  boleh langsung menikah setelah dicerai oleh suami.

 

RUJUK

A.           Pengertian

Rujuk artinya kembali. Menurut syara’ adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’iy.Pendapat lain mengatakan bahwa rujuk bermaksud mengembalikan perempuan kepada nikah selepas perceraian kurang daripada tiga kali dalam masa idah dengan syarat-syarat tertentu. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berkasih sayang, Seorang suami yang hendak merujuk isterinya tidak perlu mendapatkan persetujuan kepada bekas isteri terlebih dahulu. Tetapi seorang suami yang telah menceraikan isterinya dengan talak satu atau dua, harus baginya untuk rujuk kembali kepada isterinya selama isteri itu masih dalam iddah kerana rujuk adalah hak suami, bukan hak isteri.

B.            Hukum Rujuk

1.             Wajib apabila suami yang menceraikan salah seorang daripada isteri-isterinya dan dia belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.

2.             Haram apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri tersebut.

3.             Makruh apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.

4.             Harus  jika membawa kebahagiaan kepada ahli keluanga kedua-dua belah pihak.

5.             Sunat  apabila sekiranya mendatangkan kebaikan.

C.           Macam – Macam Rujuk

Rujuk dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1.             Rujuk untuk talak 1 dan 2 (talak raj’iy)

Dalam suatu hadist disebutkan : dari Ibnu Umar r.a. waktu itu ia ditanya oleh seseorang, ia berkata, “Adapun engkau yang telah menceraikan (istri) baru sekali atau dua kali, maka sesungguhnya Rasulullah SAW telah menyuruhku merujuk istriku kembali” (H.R. Muslim)

Karena besarnya hikmah yang terkandung dalam ikatan perkawinan, maka bila seorang suami telah menceraikan istrinya, ia telah diperintahkan oleh AllahSWT agar merujukinya kembali.

2.             Rujuk untuk talak 3 (talak ba’in)

Hukum rujuk pada talak ba’in sama dengan pernikahan baru, yaitu tentang persyaratan adanya mahar, wali, dan persetujuan.

 

D.           Syarat – syarat Rujuk

Syarat-syarat rujuk yang harus dipenuhi antara lain :

1.             Saksi untuk rujuk

Fuqaha berbeda pendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah menjadi syarat sahnya rujuk atau tidak. Imam Malik berpendapat bahwa saksi dalam rujuk adalah disunahkan sedangkan Imam Syafi’i mewajibkan.

2.             Rujuk dengan kata-kata atau pergaulan istri

Terdapat perbedaan pendapat pula dalam hal ini, sebagai berikut:

*            Menurut pendapat Imam Malik mengatakan bahwa rujuk dengan pergaulan, istri hanya dianggap sah apabila diniatkan untuk merujuk. Karena bagi golongan ini, perbuatan disamakan dengan kata-kata dan niat.

*            Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, yang mempersoalkan rujuk dengan pergaulan, jika ia bermaksud merujuk dan ini tanpa niat.

*            Menurut pendapat Imam Syafi’i, bahwa rujuk itu disamakan dengan perkawinan dan Allah SWT memerintahkan untuk diadakan persaksian, sedang persaksian hanya terdapat dalam kata-kata.

3.             Kedua belah pihak yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik

4.             Istri telah dicampuri

Jika istri yang dicerai belumpernah dicampuri, maka tidak sah rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi

5.             Istri baru dicerai dua kali

Jika istri telah ditalak tiga maka tidak sah rujuk lagi, melainkan harus telah menikah dengan orang lain kemudian bercerai, barulah boleh rujuk kembali dengan akad yang baru.

6.             Istri yang dicerai dalam masa iddah raj’iy

Jika bercerainya dari istri karena fasakh atau khulu’ atau talak ba’in atau istri yang dicerai belum pernah dicampuri, maka rujuknya tidak sah.

E.            Rukun Rujuk

1.             Ada suami yang merujuk atau wakilnya

2.             Ada istri yang dirujuk dan sudah dicampuri

3.             Kedua belah pihak sama-sama suka dan ridho

4.             Dengan pernyataan ijab dan qobul

Misalnya, “Aku rujuk engkau pada hari ini” atau “Telah kurujuk istriku yang bernama…… pada hari ini” dan lain sebagainya yang semakna.

 

Comments

Popular posts from this blog

STRATEGI PERJUANGAN MUHAMMADIYAH DAN GERAKANNYA

ALAT UKUR DAN PENGUKURAN

Pendekatan Dalam Proses Pembelajaran Fisika