MAWARIS
1.
Pengertian
Mawaris
Mawaris menurut bahasa atau etimologi adalah bentuk
jama dari kata mirosun, yang berarti hal warisan. Sedangkan menurut istilah atau terminologi adalah
perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan orang meninggal dunia
kepada orang lain yang masih hidup.
2.
Tujuan
Ilmu Mawaris
Untuk melaksanakan pembagian harta warisan kepada
ahli waris yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan syarat, mengetahui
lebih jelas siapa yang berhak menerima harta warisan serta berapa bagian
masing-masing dan siapa pula yang tidak berhak menerimanya, dan menentukan
pembagian harta warisan secara adil dan benar sehingga tidak terjadi
perselisihan diantara ahli waris.
3.
Hukum
Waris
a.
Hukum waris adat antara lain patriliniar yaitu jalur keturunan
ada pada pihak laki-laki, matrilineal yaitu jalur keturunan pada pihak
perempuan atau ibu dan parental yaitu jalur keturunan ada pada pihk
aayah dan ibu punya peran yang sama.
b.
Hukum waris positif di Indonesia ada dua system. Pertama, menggunakan
KUHP buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130. Kewenangannya ada pada pengadilan
negeri. Kedua, UU no. 7 tahun 1989. Undang-undang ini khususnya berlaku bagi
umat islam dalam menyelesaikan pewarisan.
4.
Sebab-Sebab
Seseorang Mendapatkan Harta Waris
a.
Nasab atau adanya hubungan darah atau
keturunan
b.
Mushoharoh, yaitu adanya ikatan
pernikahan yang sah. Misalnya suami atau istri
c.
Al Wala, yaitu seseorang yang
memerdekakan budak.
5.
Hal-Hal
yang Dapat Membatalkan Hak Waris Seseorang
a.
Pembunuhan adalah orang yang membunuh
keluarganya tidak mendapatkan bagian harta pusaka dari orang yang
dibunuhnya(tidak mendapatkan warisan). Sabda Rasululah SAW artinya: orang yang
membunuh tidak boleh diwarisi orang yang dibunuhnya. (H.R.An- nasai’i)
b.
Hamba sahaya (status budak), ahli waris
yang kedudukannya sebagai budak tidak berhak menerima harta warisan, baik dari
majikannya, maupun dari orng tua kandungnya.
c.
Berbeda agama (kafir), orang yang tidak
beragama islam tidak berhak menerima harta warisan keluarganya yang beragama
islam Demikian juga sebaliknya.
6.
Ahli
waris
Secara
keseluruhan ahli waris yang mendapatkan warisan, terdiri dari :
a.
Pihak laki-laki yang menerima harta
warisan yaitu :
anak laki-laki
cucu laki- laki dari anak laki-laki
ayah
kakek dari pihak ayah
saudara
laki-laki sekandung
saudara laki-laki seayah
saudara laki-laki seibu
anak laki- laki dari saudara laki-laki
sekandung (keponakan)
anak laki-laki dari saudara laki-laki
seayah, dll.
b.
Ahli waris dari pihak perempuan yaitu :
Anak
perempuan
cucu perempuan dari anak laki-laki
ibu
nenek dari pihak ayah
nenek dari pihak ibu
saudara perempuan sekandung
saudara perempuan seayah
saudara perempuan seibu
istri
perempuan yang memerdekakan budak, dll.
7.
Pembagian
Ahli Waris
Ahli
waris yang mendapatkan bagia tertentu (furudhul muqoddaroh):
a.
Ahli waris yang mendapatka ½ adalah:
anak perempuan tunggal,
saudara perempuan tunggal yang sekandung, cucu perempuan jika tidak ada anak
perempuan, suami jika tidak ada anak atau cucu.
b.
Ahli waris yang mendapatkan ¼
adalah:suami jika ada anak atau cucu dan istri jika tidak ada anak atau cucu.
8.
Harta Yang Harus Dikeluarkan
Harta yang harus dikeluarkan sebelum dibagikan kepada ahli
waris:
Biaya
jenazah, Utang yang belum dibayar, Zakat yang belum dikeluarkan, Wasiat Hajib dan mahjub. Nenek dari garis ibu
gugur haknya karena adanya ibu. Nenek dari garis ayah gugur haknya karena
adanya ayah dan ibu. Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun
perempuan oleh: anak kandung laki/perempuan, cucu baik laki-laki/perempuan dari
garis laki-laki, bapak, kakek. Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur
haknya oleh : Ayah, anak laki-laki kandung, cucu laki-laki dari garis
laki-laki, Saudara laki-laki kandung. Saudara laki-laki/perempuan kandung gugur
haknya oleh: anak laki-laki cucu laki-laki dari garis anak laki-laki ayah.. Jika
semua ahli waris itu laki-laki yang dapat bagian ialah : Suami, ayah, anak
laki-laki. Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka
yang dapat warisan ialah: Isteri, Anak perempuan, cucu perempuan, Ibu, Saudara perempuan kandung.
9.
Warisan dalam UU No 7 Tahun 1989
Hukum waris dalam Islam ialah berasal dari wahyu Allah dan
diperjelas oleh rasulNya. Hukum waris ini diciptakan untuk dilaksanakan secara
wajib oleh seluruh umat Islam. Semenjak hukum itu diciptakan tidak pernah
mengalami perubahan, karena perbuatan mengubah hukum Allah ialah dosa. Semenjak
dahulu sampai sekarang umat Islam senantiasa memegang teguh hukum waris yang
diciptakan Allah yang bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah.
Dalam Undang undang no 7 Tahun 1989, hukum waris itu
dicamtumkan secara sistematis dalam 5 bab yang tersebar atas 37 fasal dengan
perincian sebagai berikut:
Bab.
I terdiri atas 1 pasal , ketentuan umum.
Bab.
II terdiri atas 5 pasal, berisi tentang ahli waris
Bab.
III. Terdiri atas 16 pasal, berisi tentang besarnya bagian ahli waris
Bab.
IV terdiri atas 2 pasal, berisi tentang aul dan rad.
WASIAT
1.
Pengertian
Wasiat
Menurut bahasa atau etimologi, wasiat berasal dari
pada perkataan wassa yang berarti memerintahkan, men
asehatkan, menjanjikan atau pemberian harta selepas
mati. Sedangkan menurut istilah atau terminologi adalah pemberian atau
sumbangan oleh seseorang kepada orang atau pihak lain setelah dia meninggal
dunia sama ada perkataan wasiat itu diucapkan atau tidak.
2.
Persyaratan
Wasiat
Wasiat
disyariatkan melalui Nas Al-Quran, hadis, amalan sahabat dan ijmak. Pada
permulaan islam,seseorang itu di perintahkan berwasiat kepada ibu bapak dan
kaum kerabat yang terdekat sebagaimana firman allah SWT dalam surah al-baqarah
ayat 180 yang artinya:
“Di wajibkan
atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, (hendaklah ia) berwasiat untuk ibu bapak dan
kaum kerabatnya dengan cara yang baik (menurut peraturan agama), sebagai
suatukewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.
3.
Hukum
Wasiat
Melaksanakan wasiat itu wajib dan
berdosa bagi al-musho ilaih kalau tidak menyampaikan wasiat.
Sedangkan hukum wasiat bagi
pewasiat (al-washi/al-mushi) ada 4 (empat) yaitu wajib, sunnah, makruh dan
haram.
a.
Wajib.
Wajib apabila
manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila
dia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang
kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan,
atau haji yang belum dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia
mempunyai hutang yang tidak diketahui sselain dirinya,atau dia mempunyai
titipan yang tidak dipersaksikan.
b.
Sunnah
Sunnah mu'akkad
menurut ijmak (kesepakatan) ulama. Walaupun bersedekah pada waktu hidup itu
lebih utama. Dan apabila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat,
orang-orang fakir dan orang-orang saleh. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam
yang empat, yaitu Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafii dan Imam ahmad bin
hambal
c.
Makruh
Makruh apabila
orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau banyak
ahli waris yang membutuhkan hartanya. Wasiat kepada orang yang fasik jika
diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam
kefasikan dan kerusakan.
d.
Haram
Wasiat yang lebih dari
1/3 (sepertiga)
Wasiat kepada ahli
waris.
Haram jika ia merugikan
ahli waris. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli waris seperti ini adalah
batil, sekalipun wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga
mewasiatkan khamar, membangun gereja, atau tempat hiburan.
e.
Mubah (boleh)
Wasiat hukumnya
mubah apabila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik orang yang diwasiati
itu kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat). Menurut Imam Rafi'i mubahnya
wasiat karena bukan transaksi ibadah.
4.
Hukum Mencabut
Wasiat
Menurut KHI
(Kompilasi Hukum Islam) pewasiat dapat mencabut wasiatnya dengan cara sebagai
berikut:
Pasal 199
a. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima
wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi
kemudian menarik kembali.
b. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan
disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang
saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
c. Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut
dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan
akte Notaris.
d. Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat
dicabut berdasartkan akta Notaris.
5.
Rukun
dan Syarat Wasiat
Wasiat
mempunyai rukun dan syarat sebagai berikut:
a.
Pewasiat,
pewasiat hendaklah seorang yang mukallaf ballig dan berakal, merdeka dengan
pilihan sendiri serta pemilik kepada harta diwasiatkan.
b.
Penerima
wasiat, penerima wasiat hendaklah diketahui wujud pada
masa kematian pewasiat, berkeahlian memiliki harta dan bukan waris mengikuti
pendapat jumhul ulama (hanafi, maliki, syafii, dan hanbali).
c.
Harta
yang diwariskan, harta yang diwariskan sama ada harta
alih atau tak ali atau manfaat yang bernilai disisi syarat, boleh dipindah
milik selepas kematian pewasiat dan wujud dalam milikan pewasiat (jika
ditentukan) atau wujud semasa kematian pewasiat (jika tidak ditentukan ).
d.
Sikhah, ijab dan Kabul ,
sikha wasiat boleh berlaku sama ada secara sari atau kinayah dan sama ada
melalui lisan tulisan atau isyaraat.
6.
Jenis
Wasiat
Jika dilihat kepada penerima, lafaz dan harta yang
diwasiatkan secara terperinci, maka wasiat terbagi kepada empat jenis yaitu
wasiat mutlak, wasiat bersyarat , wasiat am, wasiat khas.
7.
Prinsip
Wasiat
wasiat bukan pada waris dan tidak lebih 1/3, wasiat semasa
hidup sah dan mengikuti hukum syarak, perkataan dipahami ada makna wasiat,
wasiat tidak cukup umur atau gila tidak sah, wasiat waris sah jika disetujui
warisslps kematian pewasiat, wasiat dibuat selepas ditolak hutang, dan wasiat
tidak sah kepada pembunuh.
WAKAF
1.
Pengertian
Wakaf
Menurut bahasa wakaf berasal dari waaf yang berarti
radiah (terkembalikan) al-tahbis (tertahan), altasbil (tertawa) dan al-manu
(mencegah), disebut pula dengan al-habs (al-ahbas jamak). Sedangkan wakaf
menurut istilah adalah penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan
disertai dengan kekal zat benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf
(penggolongan)dalam penjagaannya atas Mushrif (pengelola) yang dibolehkan
adanya.
Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibn Umar yang
menjelaskan bahwa Umar Ibnal-Khatab dating kepada Nabi S.A.W. Meminta petunjuk
pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi S.A.W bersabda bahwa Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya
dan sedekahkanlah hasilnya (manfaatnya).
2.
Perwakafan
dalam Undang-Undang Di Indonesia
Wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki
potensi dan manfaat ekonomi yang perlu dikelola secara efektif dan efisien
untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejatraan umum. Wakaf merupakan
perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat.
3.
Regulasi
Perwakafan di Indonesia
Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan
Dasar pokok-pokok Agraria Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 wakaf peraturan
pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 peraturan
pemerintahan No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
4.
Benda
Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan
Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah terdaftar maupun belum terdaftar.
Bangunan atau bagian bagunanan yang terdiri di atas tanah dan atau bagunanan.
Tanaman dan beda lain yang berkaitan dengan tanah. Hal milik atas satuan rumah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5.
Benda
Bergerak yang dapat Diwakafkan : Uang
HIBAH
1.
Pengertian
Hibah
Menurut bahasa hibah berarti melewatkan atau
menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang
member kepada tangan orang yang diberi.sedangkan hibah adalah suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak
ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontrak prestasi dari pihak penerima, dan
pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup (inilah yang
membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewaris
meninggal dunia).
2.
Dasar
Hukum Hibah
Dasar hukum hibah ini dapat kita pedomani hadits
Nabi Muhammad SAW antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits
Khalid bin’ Adi, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sebagai berikut:
“ Barang siapa mendapatkan kebaikan
dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harap dan meminta-minta, maka
hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, karena ia adalah rezeki yang
diberi Allah kepadanya”.
3.
Rukun
Hibah
a.
Penghibah, yaitu orang yang member hibah
b.
Penerima hibah, yaitu orang yang
menerima pemberian
c.
Ijab dan Kabul
d.
Benda yang dihibakan
4.
Syarat
Bagi Penghibah
Barang yang dihibakan adalah memiliki si penghibah
dengan demikian ttidaklah sah menghibakan barang milik orang lain, penghibah
bukan orang yang dibatasi haknya disebabkan oleh sesuatu alasan, penghibah
adalah orang yang cakap bertindak menurut hukum (dewasa dan tidak kurang akal),
dan penghibah tidak dipaksa untuk menerimakan hibah.
5.
Syarat
Penerima Hibah
Bahwa penerima hibah haruslah orang yang benar-benar
ada pada waktu hibah dilakukan. Adapun yang dimaksudkan dengan benar-benar ada
ialah orang trsebut (penerima hibah) suda lahir. Dan tidak dipersoalkan apakah
dia anak-anak, kurang akal, dewasa.
6.
Syarat
Benda yang Dihibahkan
Benda tersebut benar-benar ada, benda tersebut
mempunyai nilai, benda trsebut dapat dimiliki satnya , diterima peredaranya dan
pemiliknnya dapat dialihkan, dan benda yang dihibahkan itu dapat dipisahkan dan
diserahkan kepada penerima hibah.
7.
Hibah
Orang Sakit dan Hibah Seluruh Harta
Apabila seseorang menghibakan hartanya sedangkan ia
dalam keadaan sakit, yang mana sakitnya tersebut membawa kepada kematian, hukum
hibahnya tersebut sama dengan hukum wasiatnya, maka apabilah ada orang lain
atau salah seorang ahli waris mengaku bahwa ia telah menerima hibah maka
hibahnya tersebut dipandang tidak sah. Sedangkan menyangkut penghibahan seluruh
harta, sebagaimana dikemukakan oleh yang dimilikinya kepada orang lain.
8.
Penarikan
Kembali Hibah
Penarikan kembali atas hibah adalah perbuatan yang
diharapkan meskipun hibah itu terjadi antara dua orang yang bersaudara atau
suami istri. Adapun hibah yang boleh ditarik hanyalah hibah yang dilakukan atau
diberikan orang tua kepada anak-anak. Dasar hukum ketentuan ini dapat ditemukan
dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daut An- Nasa’I, Ibnu
Majjah dan At-tarmidrizi yang artinya berbunyi sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Tidak halal bagi seorang lelaki untuk
memberikan pemberian atau menghibahkan suatu hibah, kemudian dia mengambil kembali pemberanya, kecuali hibah
itu dihibahkan dari orang tua kepada anaknya. Perumpamaan bagi orang yang
memberikan suatu pemberian kemudian dia rujuk di dalamnya (menarik kembali
pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing yang makan, lalu setelah anjing itu
kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntah itu kembali.
9.
Hikmah
dalam Amalan Hibah
Melunakan harta
sesama manusia, menghilangkan rasa segan dan malu sesama jiran, kawan, kenalan dan ahli masyarakat,
menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama anggota masyarakat, menimbulkan
rasa hormat, kasih sayang, mesra dan tolok ukur sesama ahli setempat,
meningkatkan citarasa dan saling
membantu dalam kehidupan, dll.
DAKWAH DAN MASALAHNYA
1.
Pengertian Dakwah
Kata dakwah merupakan masdar (kata benda)
dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Dakwah
adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk
beriman dan taat kepada Allah
Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at
dan akhlak Islam.
Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah
Subhaanahu wa ta'ala . Nabi Muhammad
mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan
dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya
hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu.
Metode dakwah di era
globalisasi dikelompokkan menjadi 3 bagian besar, yaitu: dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku,
majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya.
Dakwah bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah,
saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya. Dakwah bi al-hal, yaitu
berupa prilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan,
dan lain sebagainya.
2.
Pemasalahan
Dakwah di Indonesia
Secara fisik , dakwah islam Di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan.Hal ini
terlihat dari banyaknya bangunan masjid,sekolah pendidikan islam , hingga rumah
sakit yang berlabelkan islam.Selain itu juga banyak muncul lembaga-lembaga dan
organisasi – organisasi yang berasaskan islam yang konsen dalam dakwah seperti
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang gencar dikembangkan di setiap perguruan tinggi
di Indonesia .Hal ini dapat kita jadikan indicator peningkatan dakwah di
Indonesia. Namun disisi lain, muncul beberapa
problematika baru yang melanda ranah dakwah Islam Indonesia yang muncul dari
berbagai sisi dan lini,secara umum dapat kita lihat dari sisi internal umat
islam dan dari eksternal islam sendiri.
v Permasalahan
yang timbul dari internal umat islam
Adapun masalah yang timbul dari umat
islam sendiri adalah kurangnya keinginan untuk mendengarkan kebajikan,ditambah
lagi dengan system masyarakat yang seolah-olah membuat masyarakat gengsi untuk
mendengarkan ceramah,majelis ta’lim serta ajakan kepada kebaikan.Kurangnya
budaya amar ma’ruf nahi munkar, kurangnya niat untuk mengetahui pelajaran agama
serta banyaknya penyakit takhayyul, bid’ah dan khurafat .
v Permasalahan
yang muncul dari eksternal umat islam
Pertama, maraknya ghazwul fikri Yang dilakukan oleh beberapa
golongan yang notabenenya memang tidak suka melihat laju pertumbuhan dakwah
islam. Baik yang menyerang akidah maupun syari’ah, baik yang berhaluan
kiri/komunis maupun liberal. Pemahaman Ghazwul fikri tersebut didasari dengan
keraguan, sehingga bahkan pada akhirnya membuat seorang muslim meragukan
kebenaran islamnya. Pemahaman tersebut juga ada yang didasari dengan paham
relativisme yang menganggap bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak antara
manusia sehingga pemahaman ini kemudian membawa kepada kebebasan beragama dan
keseragaman agama dan ketuhanan.
Kedua, Imperialisme budaya asing peninggalan penjajah yang
tidak sejalan dengan budaya islam. Secara fisik para penjajah memang
meninggalkan dan membiarkan Indonesia merdeka namun disisi lain
mereka mencekoki manusia Indonesia dengan paham sekularisme, liberalisme, dan
pluralisme,yang kemudian mendobrak tatanan budaya timur yang dianut
Indonesia.Yang pada akhirnya malah membuat manusia Indonesia tidak bangga lagi
memakai budaya timur yang penuh sopan santun dan mulai beralih ke budaya barat
yang bebas dan jauh dari nilai kesopanan. Tak heran kalau akhir-akhir ini kasus
seks bebas, pemerkosaan, konsumsi narkoba, ketidak sopanan sering menghiasi
layar berita di Indonesia.
Ketiga,gerakan
pemurtadan yang gencar dilakukan oleh para misionaris “agama tetangga” .
Keempat,dampak
negatif dari perkembangan IPTEK yang memberikan celah kepada orang yang tidak senang dengan islam untuk
menyerang islam sendiri.
3.
Upaya Mengatasi
Pemasalahan Dakwah di
Indonesia
Agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan
berlarut-larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang
dihadapi itu. Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais, MA dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah,
menawarkan lima ‘Pekerjaan Rumah’ yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di
era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif.
Pertama, perlu ada
pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian
kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah,
melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi
informasi yang paling mutakhir. Kedua, setiap
organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun
laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui
masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan. Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan (ceramah atau
komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah), tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan),
bil-hikmah (dalam arti politik), bil-iqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya.
Yang jelas, actions, speak louder than word. Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang
juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu
dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh
pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka
sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah
Islam di tanah air. Kelima, merebut remaja Indonesia
adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah
aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah
yang terjadi akibat ‘invasi’ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai
komunitas Islam di Indonesia.
Selain konsep pemikiran praktis yang dipaparkan
oleh Prof. Dr. H. M. Amien Rais, MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah , pemasalahan
dakwah di Indonesia dapat diatasi dengan melakukan tarbiyah (pendidikan
islam) sejak dini. Karena persoalan pendidikan umat yang
kurang menunjukkan grafik yang menggembirakan. Padahal sebenarnya, musuh utama umat Islam yang paling
mendasar adalah kejahilan (kebodohan) dan kedzaliman. Maka tidak salah, jika dipetakan bahwa agenda
permasalahan umat yang paling mendasar adalah (tarbiyah) mendidik umat Islam
dengan baik. Di mana ada
empat kelompok dalam masyarakat yakni orang tua, dewasa, pemuda dan anak-anak. Dakwah Islam harus mampu
mentarbiyahkan keempat kelompok masyarakat tersebut, dengan melakukan pembinaan kepada generasi muda dan anak-anak
sebagai penentu peradaban masa mendatang.
STRATEGI DAKWAH
MUHAMMADIYAH
1.
Pengertian
Strategi Dakwah
Strategi pada
hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan management untuk mencapai suatu
tujuan. Tetapi untuk mencpai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi
sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus
menunjukkan bagaimana tekhnik (cara) operasionalnya.
Dengan demikian
strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning) dan management
dakwah untuk mencapai suatu tujuan. Di dalam mencapai tujuan tersebut strategi dakwah
harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara tekhnik (taktik) harus
dilakukan, dalam arti kat bahwa pendekatan (approach) bias berbeda
sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.
Untuk mantapnya
strategi dakwah, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan
komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus
Lasswell, yaitu:
* Who? (Siapa da'i atau penyampai
pesan dakwahnya?
* Says What? (Pesan apa yang
disampaikan?
* In Which Channel? (Media apa yang
digunakan?
* To Whom? (Siapa Mad'unya atau
pendengarnya?
* With what Effect? (Efek apa yang
diharapkan?)
Pertanyaan
"efek apa yang diharapkan" secara emplisit mengandung pertanyaan lain
yang perlu dijawab dengan seksama. Pertanyaan tersebut, yakni :
> When (Kapan dilaksanakannya?
> How (Bagaimana
melaksanakannya?
> Why (Mengapa dilaksanakan
demikian?
Tambahan
pertanyaan tersebut dalam strategi dakwah sangat penting, karena pendekatan
(approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan dakwah bisa berjenis-jenis,
yakni :
Menyebarkan Informasi
Melakukan Persuasi
Melaksanakan Instruksi.
2.
Pentingnya
Strategi Dakwah
Pentingnya
strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan pentingnya suatu tujuan
adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Fokus perhatian dari ahli
dakwah memang penting untuk ditujukan kepada strategi dakwah, karena berhasil
tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah
itu sendiri.
Dengan demikian
strategi dakwah, baik secara makro maupun secar mikro mempunyai funsi ganda,
yaitu :
a.
Menyebarluaskan pesan-pesan dakwah yang
bersifat informative, persuasive dan instruktif secara sistematik kepada
sasaran untuk memperoleh hasil optimal.
b.
Menjembatani "Cultur Gap"
akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media yang
begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilaii-nilai dan norma-norma
agama maupun budaya.
Bahasan ini
sifatnya sederhana saja, meskipun demikian diharapkan dapat menggugah perhatian
para ahli dakwah dan para calon pendakwah yang sedang atau akan bergerak dalam
kegiatan dakwah secara makro, untuk
memperdalaminya.
Jika kita
sudah tau dan memahami sifat-sifat mad'u, dan tahu pula efek apa yang kita
kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berdakwah
sangatlah penting, karena ini ada kitannya dengan media yang harus kita
gunakan. Cara bagaimana kita menyampaikan pesan dakwah tersebut, kita bias
mengambil salah satu dari dua tatanan di bawah
ini :
a.
Dakwah secara tatap muka (face to face)
Dipergunakan apabila kita
mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari mad'u. Sewaktu
menyampaikan memerlukan umpan balik
langsung (immediate feedback). Dapat saling melihat secara langsung dan bisa mengetahui
apakah mad'u memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita sampaikan. Sehingga
umpan balik tetap menyenangkan kita. Kelemahannya mad'u yang dapat diubah
tingkah lakunya relative, sejauh bisa berdialog dengannya.
b.
Dakwah melalui media.
Pada umumnya banyak digunakan untuk
dakwah informatife. Tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku..
Kelemhannya tidak persuasif. Kelebihannya dapat mencapai mad'u dalam jumlah
yang besar.
3.
Peranan
Da'i Dalam Strategi Dakwah
Dalam strategi
dakwah peranan dakwah sangatlah penting. Strategi dakwah harus luwes sedemikian
rupa sehingga da'i sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila
ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat proses
dakwah bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jika proses dakwah berlangsung
melalui media.
Menurut konsep
A.A Prosedure, bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik mempergunakan
pendekatan, apa yang disebut A-A Proceedure atau From Attention to Action
Procedure yang disingkat AIDDA. Lengkapnya adalah sebagai berikut :
A = Attention (Perhatian)
I = Interest (Minat)
D = Desire (Hasrat)
D = Decision (keputusan)
A = Action (Kegiatan)
Maknanya :
a.
Proses pentahapannya dimulai dengan
membangkitkan perhatian (attention). Dalam hal ini pada diri seorang da'i harus
menimbulkan daya tarik (source attactiveness).
b.
Sikap da'i berusaha menciptakan kesamaan
atau menyamakan diri deengan mad'u sehingga menimbulkan simpati mad'u pada
da'i.
c.
Dalam membangkitkan perhatian hindarkan
kemunculan himbauan (appeal) yang negative sehingga menumbuhkan kegelisahan dan
rasa takut.
d.
Apabila perhatian mad'u telah
terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest) yang
merupakan derajat lebih tinggi dari perhatian.
e.
Minat adalah kelanjutan dari perhatian
yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu
kegiatan yang diharapkan mad'u.
f.
Hasrat saja pada diri mad'u belum
berarti apa-apa, sebab harus dilanjutkan dengan keputusan (decission), yakni
keputusan untuk melakukan kegiatan (action) sebagaimana diharapkan da'i.
4.
Strategi
Dakwah
Dengan strategi
dakwah seorang da'i harus berfikir secara konseptual dan bertindak secara
sistematik. Sebab komunikasi tersebut bersifat paradigmatik.
Paradigma adalah pola yang mencakup sejumlah komponen yang terkorelasikan
secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan.
Suatu paradigma
mengandung tujuan. Dan tujuan pada paradigma tersebut , yakni "mengubah
sikap, opini atau pandangan dan perilaku". (to change the attitude,
opinion and behavior), sehingga timbul pada diri mad'u efek afektif, efek kognitif,
dan efek konatif atau behavioral.
a.
Proses Dakwah
Dalam menyusun strategi dakwah harus
menghayati proses komunikasi yang akan dilancarkan.
Proses dakwah harus berlangsung secara
"berputar"(circular), tidak "melurus" (linear). Maksudnya,
pesan yang sampai kepada mad'u efeknya dalam bentuk tanggapan mengarus menjadi
umpan balik.
Mengevaluasi efek dari umpan balik
terseut negative atau positif.
b.
Da'i
Mendalami pengetahuan Alqur'an dan
Hadits, pengetahuan huukum Islam lainnya. Sejarah nabi, ibadah, muamalah,
akhlak, dan pengetahuan Islam lainnya.
Menggabungkan pengetahuan lama dan
modern.
Menguasai bahasa setempat.
Mengetahui cara berdakwah, system
pendidikan dan pengajaran, mengawasi dan mengarahkan.
Berakhlak mulia.
Para da'i harus bijaksana, dan berpenampilan
yang baik.
Para da'i haus pandai memilih judul, dan
menjauhkan yang membawa kepada keraguan.
Da'i adalah imam dan pemimpin.
c.
Pesan Dakwah
Sistematis dan objektif.
Bahasanya ringan sesuai dengan situasi
dan kondisi.
Tidak harus panjang lebar.
Pesan dakwah sesuai dengan Alqur'an dan
Hadits.
Meyakinkan tidak meragukan.
Isinya menggambarkan tema pesan secara
menyeluruh.
d.
Media Dakwah
Radio
Mimbar
Televisi dan Publikasi lainnya
Film Teater
Majalah
Reklame
Surat Kabar
e.
Mad'u
Komponen yang paling banyak meminta
perhatian.
Sifatnya, heterogen dan kompleks.
Selektif dan kritis memperhatikan suatu
pesan dakwah, khususnya jika berkaitan dengan kepentingannya.
f.
Efek Dakwah
Efek kognitif (cognitive effect),
berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak
tahu, yang tadinya tidak memahami, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.
Contohnya; berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya.
Efek afektif, berkaitan dengan perasaan.
Misalnya, perasaan marah, kecewa, kesal, gembira, benci dan masih banyak lagi.
Efek konatif (efek behavioral),
bersangkutan deengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu
kegiatan atau tindakan. Efek konatif timbul setelah muncul efek kognitif dan
afektif. Misalnya, seorang suami yang bertekad berkeluarga dengan dua anak saja
merupakan efek konatif setelah ia menyaksikan fragmen acara televisi, betapa
bahagianya beranak dua dan sebaliknya betapa repotnya beranak banyak.
Comments
Post a Comment